Muhammad SAW sewaktu....kehilang an ibundanya
dari blog seorang teman.......
Ketika nabi Muhammad dan Aminah menuju perjalanan ke Yastrib untuk berziarah ke makam Abdullah bin Abdul Muthalib.... .tiba tiba ada angin yang besar seperti topan badai....
"Karena topan yang besar ..Aminah merasakan tubuhnya lemas lunglai...sakit mulai merambah pada seluruh tubuhnya.... .dan rombongan penziarah pun dihentikan untuk menunggu badai ."
Muhammad saw pada mulanya tidak bersedih karena kelelahan yang tampak diwajah ibunya. Dia berharap rasa sakit ibunya segera hilang setelah angin topan itu reda. Adapun Aminah, dia merasa bahwa rasa lemah dan lelah itu adalah ajal yangg telah tertulis. Dia memeluk erat dan mencium anaknya yang semata wayang. Air menetes dari kedua matanya membasahi pipinya dan membasahi pipi anaknya. Yang ia cium dari kasih sayang seorang ibu. Muhammad menghapus air mata ibunya dg tangan yang lembut sambil menikmati kasih sayang berlimpah yang menyembunyikan kecemasan dalam dirinya.Tiba-tiba kedua lengan Aminah terlepas lemas darinya. Muhammad saw yang masih kecil menatap cemas kepada ibunya. Dia kaget melihat sinar mata ibunya meredup dan suaranya melemah sedikit demi sedikit hingga berubah menjadi suara yang berbisik. Muhammad saw mengiba, memanggil-manggil nama ibunya, memintanya untuk menatapnya dan berbicara kepadanya.
Aminah menatap wajah anaknya dan berkata, "Allah memberkatimu sebagai seorang anak, wahai putra manusia yang diliputi kematian, yang selamat karena pertolongan Raja Yang Maha Mengetahui. Dia yang pada pagi hari, ketika dipanah anak panah ditebus dengan 100 unta peliharaan.
Kemudian Aminah berhenti untuk beristirahat. Namun ketika dia mendapati nafasnya tersenggal-senggal dia berbisik dalam detik-detik sakratul maut. "setiap yang hidup akan mati, setiap yang baru akan usang dan setiap yang besar akan lenyap. Aku akan mati tetapi namaku akan kekal karena aku telah meninggalkan kebaikan dan melahirkan anak yang suci." Lalu larutlah suaranya dikeheningan, ketiadaan dan setelah itu dia tidak berbicara untuk selama-lamanya.
Alam diliputi oleh kebisuan mencekam, sesaat kemudian dipecahkan oleh jeritan anak kecil yang tertimpa musibah, yang memeluk jasad ibunya ditengah padang pasir, dia memanggil-manggil ibunya yang tetap tidak menjawab panggilan itu.Dia menoleh bingung kearah Ummu Aiman, bertanya padanya tentang rahasia kehidupan yang padam itu, jasad yang diam dan dingin, suara yang lenyap dan larut, maka budak wanita itu merangkulnya kedadanya tidak ada yang dapat dia lakukan kecuali berkata tanpa sadar,"wahai anakku, itu adalah kematian.""kematian?""apakah dia sesuatu yang merampas ayah sebelumnya?""apakah dia sesuatu yang menuangkan ibunya segelas derita karena menjanda? Yang karenanya dia tidak dapat menikmati hidup dan luka dihatinya tidak kunjung pulih selama 7 tahun yang panjang?""apakah dia yang menghampiri orang-orang tercinta didalamDidalam tanah dan tidak ada pertemuan kembali sesudahnya?""apakah dia yang membawa pergi musafir ketempat yang tidak mungkin akan kembali?"
Disana anak yatim itu kembali melihat ibunya yang terbujur kaku. Anak yatim itu kini menjadi piatu. Ia duduk didekatnya dan menatapnya dengan diam, wajahnya sayu tidak dapat berbuat apa-apa, pada saat yang sama Barakah mengkafani jasad yang mati dan membalut wajah yang layu serta memejamkan kedua mata yang padam itu.
Muhammad mengikutinya dengan menunduk pasrah. Barakah kepala rombongan ziarah membawa jasad itu kedesa Al-Abwa' untuk mempersiapkan tempat tidur Aminah yang terakhir. Hingga ketika bumi hampir saja menimbun tubuh Aminah, anak semata wayangnya yang yatim itu berlari kearahnya dan memegangnya. Dia ingin ibunya tetap tetap bersamanya atau dia yang bersamanya.
Tangisan orang-orang disekitarnyapun menjadi-jadi karena kasihan dan iba. Mereka membiarkan anak yatim itu memegang ibunya untuk sesaat.Kemudian mereka menjauhkan anak itu dari ibunya dengan lembut dan membaringkan tubuh wanita mulia itu diliang lahat untuk peristirahatan terakhir. Dan mereka menimbunnya dengan pasir.
Subhanallah. ...Yaa Allah Kau masih berikan waktu untukku untuk berbakti dan untuk mencintai dan memeluk ibundaku...Ibu...maafkan aku dgn segala kesalahanku. ..Kutahu cintamu takkan terbalaskan olehku....begitu juga kasih sayangku pada anak semata wayangku...Ibu doakan aku agar sabar dan kekuatan untuk membimbing anakku agar menjadi anak yang Mulia dan soleh di mata Allah......berikan aku umur dan ilmu untuk menjadi pendamping anakku menemukan bintangnya.. .....amin. ....
Sumber:
Bandung, 30 november 2008,
inge.suprayogi
Ketika nabi Muhammad dan Aminah menuju perjalanan ke Yastrib untuk berziarah ke makam Abdullah bin Abdul Muthalib.... .tiba tiba ada angin yang besar seperti topan badai....
"Karena topan yang besar ..Aminah merasakan tubuhnya lemas lunglai...sakit mulai merambah pada seluruh tubuhnya.... .dan rombongan penziarah pun dihentikan untuk menunggu badai ."
Muhammad saw pada mulanya tidak bersedih karena kelelahan yang tampak diwajah ibunya. Dia berharap rasa sakit ibunya segera hilang setelah angin topan itu reda. Adapun Aminah, dia merasa bahwa rasa lemah dan lelah itu adalah ajal yangg telah tertulis. Dia memeluk erat dan mencium anaknya yang semata wayang. Air menetes dari kedua matanya membasahi pipinya dan membasahi pipi anaknya. Yang ia cium dari kasih sayang seorang ibu. Muhammad menghapus air mata ibunya dg tangan yang lembut sambil menikmati kasih sayang berlimpah yang menyembunyikan kecemasan dalam dirinya.Tiba-tiba kedua lengan Aminah terlepas lemas darinya. Muhammad saw yang masih kecil menatap cemas kepada ibunya. Dia kaget melihat sinar mata ibunya meredup dan suaranya melemah sedikit demi sedikit hingga berubah menjadi suara yang berbisik. Muhammad saw mengiba, memanggil-manggil nama ibunya, memintanya untuk menatapnya dan berbicara kepadanya.
Aminah menatap wajah anaknya dan berkata, "Allah memberkatimu sebagai seorang anak, wahai putra manusia yang diliputi kematian, yang selamat karena pertolongan Raja Yang Maha Mengetahui. Dia yang pada pagi hari, ketika dipanah anak panah ditebus dengan 100 unta peliharaan.
Kemudian Aminah berhenti untuk beristirahat. Namun ketika dia mendapati nafasnya tersenggal-senggal dia berbisik dalam detik-detik sakratul maut. "setiap yang hidup akan mati, setiap yang baru akan usang dan setiap yang besar akan lenyap. Aku akan mati tetapi namaku akan kekal karena aku telah meninggalkan kebaikan dan melahirkan anak yang suci." Lalu larutlah suaranya dikeheningan, ketiadaan dan setelah itu dia tidak berbicara untuk selama-lamanya.
Alam diliputi oleh kebisuan mencekam, sesaat kemudian dipecahkan oleh jeritan anak kecil yang tertimpa musibah, yang memeluk jasad ibunya ditengah padang pasir, dia memanggil-manggil ibunya yang tetap tidak menjawab panggilan itu.Dia menoleh bingung kearah Ummu Aiman, bertanya padanya tentang rahasia kehidupan yang padam itu, jasad yang diam dan dingin, suara yang lenyap dan larut, maka budak wanita itu merangkulnya kedadanya tidak ada yang dapat dia lakukan kecuali berkata tanpa sadar,"wahai anakku, itu adalah kematian.""kematian?""apakah dia sesuatu yang merampas ayah sebelumnya?""apakah dia sesuatu yang menuangkan ibunya segelas derita karena menjanda? Yang karenanya dia tidak dapat menikmati hidup dan luka dihatinya tidak kunjung pulih selama 7 tahun yang panjang?""apakah dia yang menghampiri orang-orang tercinta didalamDidalam tanah dan tidak ada pertemuan kembali sesudahnya?""apakah dia yang membawa pergi musafir ketempat yang tidak mungkin akan kembali?"
Disana anak yatim itu kembali melihat ibunya yang terbujur kaku. Anak yatim itu kini menjadi piatu. Ia duduk didekatnya dan menatapnya dengan diam, wajahnya sayu tidak dapat berbuat apa-apa, pada saat yang sama Barakah mengkafani jasad yang mati dan membalut wajah yang layu serta memejamkan kedua mata yang padam itu.
Muhammad mengikutinya dengan menunduk pasrah. Barakah kepala rombongan ziarah membawa jasad itu kedesa Al-Abwa' untuk mempersiapkan tempat tidur Aminah yang terakhir. Hingga ketika bumi hampir saja menimbun tubuh Aminah, anak semata wayangnya yang yatim itu berlari kearahnya dan memegangnya. Dia ingin ibunya tetap tetap bersamanya atau dia yang bersamanya.
Tangisan orang-orang disekitarnyapun menjadi-jadi karena kasihan dan iba. Mereka membiarkan anak yatim itu memegang ibunya untuk sesaat.Kemudian mereka menjauhkan anak itu dari ibunya dengan lembut dan membaringkan tubuh wanita mulia itu diliang lahat untuk peristirahatan terakhir. Dan mereka menimbunnya dengan pasir.
Subhanallah. ...Yaa Allah Kau masih berikan waktu untukku untuk berbakti dan untuk mencintai dan memeluk ibundaku...Ibu...maafkan aku dgn segala kesalahanku. ..Kutahu cintamu takkan terbalaskan olehku....begitu juga kasih sayangku pada anak semata wayangku...Ibu doakan aku agar sabar dan kekuatan untuk membimbing anakku agar menjadi anak yang Mulia dan soleh di mata Allah......berikan aku umur dan ilmu untuk menjadi pendamping anakku menemukan bintangnya.. .....amin. ....
Sumber:
Bandung, 30 november 2008,
inge.suprayogi
Comments
Post a Comment