Berlomba menjadi yang terbaik

Berlomba menjadi yang terbaik

diambil dari www.warnaislam.com
Dalam keseharian kita, kita senantiasa dituntut untuk berkompetisi dan berlomba, menjadi orang yang terdepan dan terbaik. Kehidupan dunia adalah ajang berlomba dan berkompetisi, berkompetisi menjadi yang terbaik. Orang yang tidak sanggup berkompetisi akan keluar dari lapangan dan tertinggal jauh. Dan hanya orang yang meraih juara atau orang yang paling cepat sampai ke finish yang berhak mendapatkan piala dan penghargaan.

Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apa pun), Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, Mereka itu bersegera (berlomba) untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. (QS. Al-Mukminun: 57-61)

Para sahabat yang masuk Islam paling dahulu pada awal perjalanan dakwah, mendapatkan gelar assabiqunal awwalun, sebagian mereka mendapat gelar Mubassyarauna bil jannah (dijamin masuk surga), sebagian mereka terpilih menjadi pemimpin, Khulafaur rasyidin, dan di antara mereka semua ada sahabat yang menjadi Khalilu Rasulillah, sahabat setia yang menemani Rasulullah di gua ketika hijrah yaitu Abu Bakar as-Shiddiq.

Tetapi orang yang terlambat dalam merespon panggilan Allah, kalah dalam berkompetisi maka mereka tidak akan mendapatkan apa-apa bahkan mendapat ancaman dari Allah. (4: 95-96).Islam juga menganjurkan kaum muslimin agar senantiasa berlomba dalam melakukan kebaikan. Allah memberikan pahala yang lebih kepada orang-orang yang shalat berjamaah di shaf pertama. Allah juga memberikan penghargaan yang berbeda kepada orang yang datang pertama dalam shalat jum'at. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad di bandingkan yang duduk-duduk saja, memberikan derajat yang tinggi kepada orang-orang yang berlomba mencari ilmu (58: 11). Sedangkan Rasulullah memberikan penghargaan khusus kepada Ukasyah bin Mihshan ketika beliau minta dimasukkan ke dalam 70 ribu orang yang masuk surga tanpa hisab, yang tidak diberikan kepada orang lain. Rasulullah bersabda: "Sabaqaka Ukasyah." (kamu kedahuluan Ukasyah). Dengan demikian, siapapun yang paling cepat melakukan kebaikan, maka dia akan mendapat nilai lebih dari pada yang lain.

Dalam ayat di atas, Allah memberikan sifat orang-orang yang selalu berlomba dan berkompetisi untuk menjadi yang terbaik.
1. Takut kepada Allah (23: 57)Seorang muslim memiliki karakter takut terhadap adzab Allah dan takut amalnya tidak diterima. Rasa takut yang bersemayam dalam dada setiap muslim akan menjadi motivasi bagi dirinya untuk berlari mengejar ketertinggalannya, melakukan amal kebajikan sebanyak-banyaknya, mengerahkan seluruh potensinya agar selamat dari adzab Allah. Maka, para sahabat yang cepat merespon panggilan jihad adalah orang-orang yang hanya takut kepada Allah, tidak ada yang ditakuti selain Allah. (9: 18). Tetapi sebaliknya, orang yang berleha-leha saja, membiarkan kesempatan berlalu tanpa arti, adalah orang-orang yang tidak takut kepada Allah dan ini adalah sifat orang-orang munafiq, potret orang yang paling malas di dunia ini. Yaitu ketika mereka mengerjakan shalat, maka mereka mengerjakannya dengan bermalas-malasan. (4: 142).

2. Memiliki iman yang fantastis dan tidak menyekutukan Allah (23: 58-59)Iman adalah energi, penggerak dari segala aktifitas. Orang yang sudah beriman, akan mendapat suntikan energi yang luar biasa besar, sehingga mampu mengerjakan berbagai aktifitas yang berat di mata sebagian orang. Puasa yang baru saja kita lakukan adalah ibadah yang sangat berat bagi sebagian orang. Tetapi, tidak bagi orang yang beriman. Makanya, sebelum Allah memerintahkan kaum muslimin berpuasa, mereka dipanggil terlebih dahulu dengan panggilan wahai orang-orang yang beriman, supaya dengan panggilan tersebut, mereka mendapat suntikan energi untuk memikul kewajiban. Puasa adalah ibadah batiniyah, tidak ada yang mengetahuinya selain Allah dan dirinya. Yang mendorong dirinya meninggalkan makan dan minum adalah keimanannya yang fantastis kepada Allah.

Keimanan seseorang ditentukan sejauh mana dia mampu berlomba untuk beramal. Tetapi orang yang imannya ternoda oleh virus syirik, riya' dan penyakit lainnya, akan merasa berat berjuang di jalan Allah, berat melaksanakan perintah-perintah Allah. Ketika Rasulullah mengumandangkan genderang perang menuju Tabuk, sebagian orang yang imannya lemah, tidak bersedia ikut, menempuh perjalanan yang amat berat, dan melawan musuh yang sangat kuat. Yang menyebabkan mereka berat menyambut panggilan Rasulullah adalah kecintaannya kepada dunia mengalahkan kecintaannya kepada Allah. Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: 'Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah' kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit." (9: 28).

Kalau keimanan seseorang kepada Allah sudah tergantikan oleh tuhan harta, jabatan, pangkat, berhala dan thaghut lainnya maka tidak ada energi lagi untuk berlomba meraih kebaikan, yang ada dibenaknya hanya menjadi orang yang paling kaya, paling kuat, paling tenar walaupun harus menindas, membunuh dan menghalalkan segala cara yang tidak dibenarkan.
Orang yang memiliki iman yang fantastis akan ringan membantu orang lain, tidak pernah membuat kekacauan, dia akan berusaha menjadi orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. Rasulullah bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang dari kalian, sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Mengetahui nilai waktu (23: 60)Waktu adalah harta yang paling mahal, karena kesempatan yang sudah berlalu tidak mungkin akan kembali lagi. Orang yang mengetahui harga suatu waktu tidak menunda-nunda pekerjaannya. Setiap ada kesempatan untuk meraih kebaikan maka dia akan menjadi orang yang paling depan. Umur yang diberikan Allah kepada kita, sudahkah kita gunakan sebaik-baiknya, apakah sisa umur ini kita gunakan untuk melakukan kebaikan atau keburukan? Umur yang kita miliki ini akan kita pertanggungjawabkan di sisi Allah. Janganlah kita menjadi orang yang tertipu dengan waktu luang.

Rasulullah bersabda: "Ada dua nikmat, tetapi kebanyakan manusia tertipu olehnya, yaitu nikmat kesehatan dan waktu luang." (HR. Bukhari). Rasulullah bersabda: "Pergunakan lima hal sebelum datang yang lima: 'Masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa fakirmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, masa hidupmu sebelum matimu.'"

Abdullah bin Mas'ud berkata: "Saya sangat murka melihat seseorang yang memiliki waktu luang tetapi tidak mengerjakan apa-apa, baik pekerjaan dunia atau akhirat." Hasan al-Basri berkata: "Dunia terbagi menjadi tiga hari. Yaitu waktu kemarin, dan itu sudah berlalu dengan segala pernak-perniknya. Hari esok, barangkali engkau tidak akan mendapatinya. Dan hari ini, hari ini adalah milikmu dan engkau harus bekerja." Bagaimana dengan anda? Apa yang sudah anda lakukan untuk mengisi waktu-waktumu, adakah anda menggunakannya untuk bekal perjalanan akhirat yang panjang atau anda masih menunda-nunda pekerjaan yang sudah harus anda rampungkan.

4. Memiliki tekad (azam) dan cita-cita yang tinggi.
Salah satu gelar para Nabi adalah Ulul Azmi yaitu orang-orang yang memiliki tekad (azam) yang kuat dan bersabar dalam berdakwah. Mereka adalah orang-orang yang bersemangat dalam berlomba meraih kebaikan. Seorang mukmin harus memiliki tekad yang kuat untuk meraih cita-citanya yaitu meraih ridho Allah dan mendapatkan surga. (3: 133). Oleh karena itu, ia senantiasa bersegera untuk memohon ampun kepada Allah setiap melakukan kesalahan dan kekhilafan. Ia akan bersedia mengorbankan jiwa dan hartanya untuk meraih cita-cita tertingginya meraih kesyahidan di jalan-Nya.

Pada saat terjadinya perang Badar, Anas bin Nadhar tidak mengikuti perang tersebut. Beliau sangat menyesal dan berazam untuk tidak akan pernah tertinggal dari setiap peperangan yang diikuti Rasulullah. Maka beliau berjanji, "seandainya tahun depan Allah memberi kesempatan kepadaku untuk perang bersama Rasulullah, maka Allah pasti akan melihat apa yang akan saya perbuat." Dan azam beliau ini tidak pernah pudar, azam untuk meraih kesyahidan dan ternyata Allah mengabulkannya. Sebelum perang dimulai, Anas berkata: "Saya mencium bau surga dari balik gunung Uhud." Dan akhirnya Anas meraih cita-cita tertingginya, syahid di jalan Allah pada perang Uhud. Di tubuhnya terdapt 80-an tusukan dan goresan. Adik perempuannya berkata: "Saya tidak lagi dapat mengenali kakakku, kecuali melalui jari-jarinya saja." (33: 23) Azam seperti inilah yang diharapkan, azam yang tidak pernah pudar untuk berlomba meraih yang diimpikannya.

Setiap manusia diberi naluri dan fitrah untuk berlomba menjadi yang terbaik. Sejak dari ia terpilih menjadi sel yang membuahi indung telur, sampai ketika ia menjadi bayi yang cepat menemukan sumber kehidupannya (ASI), hingga ketika ia dewasa, bahkan sudah tuapun ia terus berlomba, berkompetisi yang menjadi yang terbaik. Hingga ia mampu menjadi orang yang menghembuskan nafasnya meraih husnul Khatimah. Semoga, Allah senantiasa menjaga naluri kompetisi kita menjadi orang yang terbaik. Amin

Comments

Popular posts from this blog

Doa Majelis

Kupenuhi PanggilanMu ya Allah

Jodohku-Dibalik Perjuangan Seorang Ibu "Titi Marsutji Binti Iskak" (Part 3)