Hadist tentang TAUBAT
1. Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwa dirinya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ”Demi Allah, sesungguhnya saya membaca istighfar (memohon ampunan) dan bertobat pada Allah lebih dari tujuh puluh kali setiap harinya.” (HR Bukhari)
2. Anas bin Malik ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya Allah lebih suka menerima tobat hambaNYA melebihi kesenangan seseorang yang menemukan kembali untanya yang telah hilang di tengah hutan.” (HR Bukhari dan Muslim)
3. Abu Musa Al-Asy’ary ra. meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah membentangkan rahmatNYA pada waktu malam untuk memberi kesempatan bertobat pada seseorang yang telah bermaksiat di siang harinya, juga membentangkan kemurahanNYA pada waktu siang untuk memberi kesempatan bertobat pada seseorang yang telah berdosa di waktu malamnya. Hal ini tetap dilakukan (Allah SWT) hingga matahari terbit dari barat.” (HR Muslim)
4. Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang bertobat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah menerima tobat dan memaafkannya.” (HR Muslim)
5. Abdullah bin ‘Umar ra. meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah senantiasa menerima tobat setiap hambaNYA selama ruh (nyawanya) belum sampai di tenggorokkannya.” (HR Tirmidzi)
6. Abu Said (Sa’ad bin Malik bin Sinan) Al-Khudry ra. meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Dahulu, di masa umat yang terdahulu, ada seseorang yang telah membunuh sembilan puluh sembilan jiwa. Kemudian ia ingin bertobat, sehingga mencari seorang alim. Ia lalu ditunjukkan untuk mendatangi seorang alim. Lalu ia menceritakan bahwa dirinya telah membunuh sembilan puluh sembilan jiwa, apakah masih ada jalan untuk bertobat? Sang alim itu menjawab, “Tidak ada”. Mendengar jawaban seperti itu, si pembunuh tadi langsung membunuh orang alim itu, sehingga genap seratus orang yang telah dibunuhnya. Kemudian ia mencari lagi orang alim lainnya. Ketika telah ditunjukkan padanya, ia pun pergi menemuinya dan menceritakan bahwa dirinya telah membunuh seratus orang, apakah masih ada jalan untuk bertobat? Sang alim menjawab, “Masih ada pintu tobat, dan siapakah yang dapat menghalangi seseorang untuk bertobat? Pergilah kamu ke daerah itu, karena di sana banyak orang-orang yang taat kepada Allah. Dan berbuatlah sebagaimana perbuatan mereka, dan jangan kembali ke negerimu itu yang merupakan perkampungan para penjahat”. Sang pembunuh itu lalu pergi ke daerah atau perkampungan tobat itu. Ketika masih di tengah perjalanan, mendadak sang pembunuh itu meninggal dunia. Melihat peristiwa itu, Malaikat Rahmat dan Malaikat Siksa berselisih paham. Malaikat Rahmat berkata, “Ia telah menempuh jalan untuk bertobat kepada Allah dengan sepenuh hatinya”. Sedang Malaikat Siksa berkata, “Ia belum pernah berbuat kebaikan sama sekali”. Maka datanglah satu Malaikat berupa manusia untuk dijadikan penengah (hakim) diantara kedua Malaikat tersebut. Malaikat yang menengahi itu berkata, “Ukur saja antara dua daerah yang ditinggalkan dan yang dituju, ke daerah manakah ia lebih dekat, kampung pertobatan atau kampung maksiat?” Setelah diukur, ternyata sang pembunuh lebih dekat ke perkampungan tobat ketika meninggal dunia, kira-kira sejengkal saja. Seketika itu juga, Malaikat Rahmat membawa ruh sang pembunuh. (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan, “Allah memerintahkan kepada bumi yang dituju supaya mendekat, dan menyuruh bumi yang ditinggalkan supaya menjauh”.
7. Abdullah bin Abbas ra. dan Anas bin Malik ra., keduanya meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW brsabda, “Andaikan seorang anak Adam (manusia) mempunyai suatu lembah emas, pasti ingin mempunyai dua lembah. Dan tiada yang dapat menutup mulutnya (tidak ada yang dapat menghentikan kerakusannya pada dunia) kecuali tanah (kematian). Dan Allah berkenan memberi tobat pada siapa saja yang bertobat. (HR Bukhari dan Muslim)
Sumber : Mailist IMAAM
2. Anas bin Malik ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya Allah lebih suka menerima tobat hambaNYA melebihi kesenangan seseorang yang menemukan kembali untanya yang telah hilang di tengah hutan.” (HR Bukhari dan Muslim)
3. Abu Musa Al-Asy’ary ra. meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah membentangkan rahmatNYA pada waktu malam untuk memberi kesempatan bertobat pada seseorang yang telah bermaksiat di siang harinya, juga membentangkan kemurahanNYA pada waktu siang untuk memberi kesempatan bertobat pada seseorang yang telah berdosa di waktu malamnya. Hal ini tetap dilakukan (Allah SWT) hingga matahari terbit dari barat.” (HR Muslim)
4. Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang bertobat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah menerima tobat dan memaafkannya.” (HR Muslim)
5. Abdullah bin ‘Umar ra. meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah senantiasa menerima tobat setiap hambaNYA selama ruh (nyawanya) belum sampai di tenggorokkannya.” (HR Tirmidzi)
6. Abu Said (Sa’ad bin Malik bin Sinan) Al-Khudry ra. meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Dahulu, di masa umat yang terdahulu, ada seseorang yang telah membunuh sembilan puluh sembilan jiwa. Kemudian ia ingin bertobat, sehingga mencari seorang alim. Ia lalu ditunjukkan untuk mendatangi seorang alim. Lalu ia menceritakan bahwa dirinya telah membunuh sembilan puluh sembilan jiwa, apakah masih ada jalan untuk bertobat? Sang alim itu menjawab, “Tidak ada”. Mendengar jawaban seperti itu, si pembunuh tadi langsung membunuh orang alim itu, sehingga genap seratus orang yang telah dibunuhnya. Kemudian ia mencari lagi orang alim lainnya. Ketika telah ditunjukkan padanya, ia pun pergi menemuinya dan menceritakan bahwa dirinya telah membunuh seratus orang, apakah masih ada jalan untuk bertobat? Sang alim menjawab, “Masih ada pintu tobat, dan siapakah yang dapat menghalangi seseorang untuk bertobat? Pergilah kamu ke daerah itu, karena di sana banyak orang-orang yang taat kepada Allah. Dan berbuatlah sebagaimana perbuatan mereka, dan jangan kembali ke negerimu itu yang merupakan perkampungan para penjahat”. Sang pembunuh itu lalu pergi ke daerah atau perkampungan tobat itu. Ketika masih di tengah perjalanan, mendadak sang pembunuh itu meninggal dunia. Melihat peristiwa itu, Malaikat Rahmat dan Malaikat Siksa berselisih paham. Malaikat Rahmat berkata, “Ia telah menempuh jalan untuk bertobat kepada Allah dengan sepenuh hatinya”. Sedang Malaikat Siksa berkata, “Ia belum pernah berbuat kebaikan sama sekali”. Maka datanglah satu Malaikat berupa manusia untuk dijadikan penengah (hakim) diantara kedua Malaikat tersebut. Malaikat yang menengahi itu berkata, “Ukur saja antara dua daerah yang ditinggalkan dan yang dituju, ke daerah manakah ia lebih dekat, kampung pertobatan atau kampung maksiat?” Setelah diukur, ternyata sang pembunuh lebih dekat ke perkampungan tobat ketika meninggal dunia, kira-kira sejengkal saja. Seketika itu juga, Malaikat Rahmat membawa ruh sang pembunuh. (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan, “Allah memerintahkan kepada bumi yang dituju supaya mendekat, dan menyuruh bumi yang ditinggalkan supaya menjauh”.
7. Abdullah bin Abbas ra. dan Anas bin Malik ra., keduanya meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW brsabda, “Andaikan seorang anak Adam (manusia) mempunyai suatu lembah emas, pasti ingin mempunyai dua lembah. Dan tiada yang dapat menutup mulutnya (tidak ada yang dapat menghentikan kerakusannya pada dunia) kecuali tanah (kematian). Dan Allah berkenan memberi tobat pada siapa saja yang bertobat. (HR Bukhari dan Muslim)
Sumber : Mailist IMAAM
Comments
Post a Comment