RAIH KESEMPURNAAN RAMADHAN DENGAN ITIKAF
RAIH KESEMPURNAAN RAMADHAN DENGAN ITIKAF
Allah SWT memberikan balasan atas sebuah amal ibadah secara berlipat ganda pada bulan Ramadhan. Alangkah ruginya kita jika Ramadhan berlalu begitu saja tanpa adanya ibadah yang kita lakukan. Ada banyak hal yang dapat kita lakukan untuk memperoleh keutamaan ibadah di bulan suci Ramadhan, salah satunya adalah dengan i’tikaf.
Secara bahasa, i’tikaf berarti al-ihtibas (tertahan) dan al-muqam (menetap), yaitu menahan diri dari pada sesuatu, atau menetap di suatu tempat walaupun hanya sekejap. Sedangkan menurut istilah syara’, i’tikaf dapat diartikan dengan menetap dan tinggal di dalam masjid dengan tujuan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Hukum asal i’tikaf adalah sunnah dilaksanakan pada tiap-tiap waktu, terlebih jika dilakukan pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Hukum dan dalil disyariatkannya i’tikaf adalah firman Allah SWT, Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’, dan yang sujud”. (QS. Al-Baqarah [2]: 125)
Diriwayatkan dari Aisyah ra, dia berkata: Adalah Rasulullah bersungguh-sungguh beribadah pada malam yang akhir (dari bulan Ramadhan), tidak seperti apa yang beliau lakukan pada hari-hari yang lainnya. (HR. Muslim). Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa turut beri’tikaf bersamaku, hendaklah ia beri’tikaf pada sepuluh hari yang terakhir. (HR. Malik)
Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah mengatakan bahwa tujuan i’tikaf yang sesungguhnya ialah mengalihkan hati dari segala sesuatu selain Allah, dan agar hati dapat merasakan kedekatan dengan-Nya, sehingga terjadilah hubungan ruhaniah yang kuat dengan Sang Pencipta. Dengan demikian, hubungan antara seorang hamba dengan dunia akan terputus sehingga Allah berkenan memandang dirinya. Seluruh pikiran, keinginan, cinta, dan pengabdian hanyalah terpusat kepada Allah semata. Hasilnya, terciptalah hubungan yang kuat dengan Allah, sebuah cinta dan hubungan yang akan menjadi satu-satunya penolong ketika berada seorang diri di dalam kubur.
Rasulullah SAW menganjurkan untuk melakukan i’tikaf dalam rangka perenungan dan penyucian jiwa. Masjid merupakan tempat yang suci. Berbagai aktivitas kebajikan bermula dari masjid. Di masjid pula, seseorang diharapkan untuk senantiasa merenung tentang keadaan diri dan masyarakat sekitarnya, serta menghindari diri dari tipu daya dunia yang semakin menyesakkan jiwa dan pikiran.
Selama bulan suci Ramadhan, Rasulullah senantiasa dalam keadaan beribadah, terlebih pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Hal ini mengisyaratkan kepada kita, bahwa beribadah (terutama i’tikaf) pada sasat-saat itu mengandung pahala yang tak terhitung banyaknya. Beliau pernah bersabda, Barangsiapa beri’tikaf sehari kerena mengharap keridhaan Allâh, maka Allah akan menjauhkan antara dirinya dengan neraka sejauh tiga parit, yang mana jarak antara dua parit sama dengan jarak antara langit dan bumi. (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)
Diriwayatkan pula dalam Kasyf Al-Ghummah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Siapa saja yang beri’tikaf selama sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan, maka baginya pahala dua kali haji dan umrah. Siapa saja yang mengerjakan i’tikaf mulai dari Maghrib sampai dengan ‘Isya’, dan tidak melakukan sesuatu apa pun kecuali shalat serta tilawah Al-Qur’an, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah istana di surga.
Dengan demikian, i’tikaf yang dilakukan dengan benar dan semata-mata karena Allah, niscaya akan menjadi amal ibadah yang paling utama di antara beberapa amal lainnya. Tidak seorang pun yang dapat menghitung berapa besar keutamaan dan keuntungan yang terdapat di dalam i’tikaf.
Sungguh, betapa besar karunia Allah yang dicurahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Betapapun manusia mencoba untuk menghitungnya, niscaya mereka tidak akan pernah mampu untuk menemukan jumlah bilangannya. Mudah-mudahan ibadah Ramadhan dan i’tikaf yang kita lakukan semata-mata karena Allah akan menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang bertakwa.Wallahu a’lam.
Sumber: ESQ-news.com
Allah SWT memberikan balasan atas sebuah amal ibadah secara berlipat ganda pada bulan Ramadhan. Alangkah ruginya kita jika Ramadhan berlalu begitu saja tanpa adanya ibadah yang kita lakukan. Ada banyak hal yang dapat kita lakukan untuk memperoleh keutamaan ibadah di bulan suci Ramadhan, salah satunya adalah dengan i’tikaf.
Secara bahasa, i’tikaf berarti al-ihtibas (tertahan) dan al-muqam (menetap), yaitu menahan diri dari pada sesuatu, atau menetap di suatu tempat walaupun hanya sekejap. Sedangkan menurut istilah syara’, i’tikaf dapat diartikan dengan menetap dan tinggal di dalam masjid dengan tujuan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Hukum asal i’tikaf adalah sunnah dilaksanakan pada tiap-tiap waktu, terlebih jika dilakukan pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Hukum dan dalil disyariatkannya i’tikaf adalah firman Allah SWT, Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’, dan yang sujud”. (QS. Al-Baqarah [2]: 125)
Diriwayatkan dari Aisyah ra, dia berkata: Adalah Rasulullah bersungguh-sungguh beribadah pada malam yang akhir (dari bulan Ramadhan), tidak seperti apa yang beliau lakukan pada hari-hari yang lainnya. (HR. Muslim). Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa turut beri’tikaf bersamaku, hendaklah ia beri’tikaf pada sepuluh hari yang terakhir. (HR. Malik)
Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah mengatakan bahwa tujuan i’tikaf yang sesungguhnya ialah mengalihkan hati dari segala sesuatu selain Allah, dan agar hati dapat merasakan kedekatan dengan-Nya, sehingga terjadilah hubungan ruhaniah yang kuat dengan Sang Pencipta. Dengan demikian, hubungan antara seorang hamba dengan dunia akan terputus sehingga Allah berkenan memandang dirinya. Seluruh pikiran, keinginan, cinta, dan pengabdian hanyalah terpusat kepada Allah semata. Hasilnya, terciptalah hubungan yang kuat dengan Allah, sebuah cinta dan hubungan yang akan menjadi satu-satunya penolong ketika berada seorang diri di dalam kubur.
Rasulullah SAW menganjurkan untuk melakukan i’tikaf dalam rangka perenungan dan penyucian jiwa. Masjid merupakan tempat yang suci. Berbagai aktivitas kebajikan bermula dari masjid. Di masjid pula, seseorang diharapkan untuk senantiasa merenung tentang keadaan diri dan masyarakat sekitarnya, serta menghindari diri dari tipu daya dunia yang semakin menyesakkan jiwa dan pikiran.
Selama bulan suci Ramadhan, Rasulullah senantiasa dalam keadaan beribadah, terlebih pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Hal ini mengisyaratkan kepada kita, bahwa beribadah (terutama i’tikaf) pada sasat-saat itu mengandung pahala yang tak terhitung banyaknya. Beliau pernah bersabda, Barangsiapa beri’tikaf sehari kerena mengharap keridhaan Allâh, maka Allah akan menjauhkan antara dirinya dengan neraka sejauh tiga parit, yang mana jarak antara dua parit sama dengan jarak antara langit dan bumi. (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)
Diriwayatkan pula dalam Kasyf Al-Ghummah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Siapa saja yang beri’tikaf selama sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan, maka baginya pahala dua kali haji dan umrah. Siapa saja yang mengerjakan i’tikaf mulai dari Maghrib sampai dengan ‘Isya’, dan tidak melakukan sesuatu apa pun kecuali shalat serta tilawah Al-Qur’an, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah istana di surga.
Dengan demikian, i’tikaf yang dilakukan dengan benar dan semata-mata karena Allah, niscaya akan menjadi amal ibadah yang paling utama di antara beberapa amal lainnya. Tidak seorang pun yang dapat menghitung berapa besar keutamaan dan keuntungan yang terdapat di dalam i’tikaf.
Sungguh, betapa besar karunia Allah yang dicurahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Betapapun manusia mencoba untuk menghitungnya, niscaya mereka tidak akan pernah mampu untuk menemukan jumlah bilangannya. Mudah-mudahan ibadah Ramadhan dan i’tikaf yang kita lakukan semata-mata karena Allah akan menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang bertakwa.Wallahu a’lam.
Sumber: ESQ-news.com
Comments
Post a Comment