Agar Musibah Mengundang Rahmat

Oleh: Ust. H. Ahmad Yani, MA
Setiap manusia di Dunia ini pasti pernah melewati masa-masa ujian dari Allah SWT. Beragam ujian yang dialami manusia di Dunia menjadi sarana yang membuktikan sejauh mana kesabaran, kerelaan dan penerimaannya terhadap ketetapan Allah SWT. “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya”. (QS. Al-Mulk: 2).
Nilai dan derajat yang membedakan seseorang yang tertimpa musibah terletak pada bagaimana ia menyikapinya. Menurut Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, kondisi seseorang yang tertimpa musibah -yang tidak mungkin dihindari kejadiannya seperti wafat seorang anak, sakit, kehilangan harta dan seterusnya- terbagi kepada empat tingkatan:
1.      Tingkatan lemah.
2.      Tingkatan sabar, baik karena Allah SWT, maupun lantaran menjaga kehormatannya.
3.      Tingkatan ridha.
4.      Tingkatan syukur. (Bekal orang-orang sabar, hal. 81).
Pertama, tingkatan lemah.
Maksudnya tidak menerima kondisi sambil diiringi rasa kesal. Ini adalah tingkat terendah. Kondisi manusia pada tingkat ini dicirikan dengan rasa kesal kepada Tuhannya. Kesal dengan beragam bentuknya, baik sekedar di hati ataupun dengan lisan dan perbuatan. Hati merasa kesal, kecewa atau marah terhadap Tuhannya. Adakalanya diikuti juga dengan lisan mencela dan memaki, atau juga diiringi dengan perbuatan, seperti menampar wajah, merobek pakaian, memecahkan barang dan seterusnya.
Kondisi ini menjadikan seseorang terhalangi dari pahala Allah SWT. Bahkan ia telah berbuat dosa lantaran sikapnya tersebut. Maka pada tingkatan ini berarti seseorang tertimpa dua bentuk musibah sekaligus; musibah urusan dunianya, dan musibah dalam urusan agamanya lantaran sikap buruk menghadapi musibah.
Kedua, tingkatan bersabar.
Pada tingkatan ini, seseorang tidak menyukai musibah yang melandanya. Namun ia bersabar dan mampu menahan gejolak jiwanya dari melakukan hal yang dibenci Allah SWT. Ia memang benci dengan musibah, tidak suka kejadian buruk yang menimpanya, namun ia mampu menahan jiwanya, tanpa membenci Allah SWT, tanpa berucap kata-kata yang dibenci oleh-Nya, dan tanpa melakukan perbuatan dosa. Ia tetap bersabar, meski tidak menyukai musibah itu sendiri.
Ketiga, tingkatan ridha.
Pada tingkatan ini seseorang ridha dengan musibah yang menimpanya. Menerima dengan lapang dada dan penuh kerelaan. Dalam kondisi seakan-akan seseorang tidak sedang tertimpa musibah apapun.
Keempat, tingkatan syukur.
Ketika mendapati apa yang tidak disukainya, Rasulullah saw berkata: “Segala puji bagi Allah pada setiap kondisi”. (HR. Ibnu Majah). Syukur kepada Allah SWT yang terucap, lantaran pahala dan keutamaan yang dijanjikan oleh-Nya bisa jadi lebih besar dan tidak sebanding dengan derita yang menimpa.
Muslim ketika Tertimpa Musibah
Musibah yang menimpa bisa jadi menyimpan banyak hikmah dan manfaat. Hikmah dan manfaat itu sebagiannya dapat dijangkau oleh pikiran manusia, dan sebagian yang lain tidak, karena sebagian hikmah dan manfaat itu hanya ada dalam ilmu Allah SWT. Misal seseorang tidak mengetahui secara pasti apa yang akan terjadi kemudian setelah satu kejadian menimpanya. Apa yang terjadi di masa yang akan datang, kepastiannya ada pada ilmu Allah SWT. Manusia juga tidak bisa memastikan apa yang terbaik baginya. Allah SWT, Sang Pencipta yang paling tahu dengan apa yang tebaik bagi makhluk-Nya. “Boleh Jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 216). Maka seorang Muslim yang tertimpa musibah dituntut untuk:
a.      Bersabar.
Allah SWT berfirman: “dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.  (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqarah: 155-157).
Kesabaran dalam kondisi tertimpa musibah menjadi wajib jika kesabaran itu yang akan menghalangi seseorang berbuat dosa lantaran tertimpa musibah. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berkata: “Sabar menjadi wajib sesuai kesepakatan Ulama, ia adalah setengah iman, karena iman memiliki dua bagian, bagian pertama sabar dan bagian kedua syukur”. (Madarijussalikiin, tingkatan sabar).
Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, beliau berkata: “Rasulullah saw melewati seorang perempuan yang sedang menangis di hadapan kuburan, Rasul berkata: “Bertakwalah kepada Allah SWT dan bersabarlah”.  Pergi sana, engkau tidak merasakan deritaku dan tidak mengetahuinya!”. Maka disampaikan kepada perempuan itu, bahwa lelaki tadi adalah Rasulullah saw. Maka ia mendatangi rumah Nabi, dan tidak menemukan adanya petugas yang menjaga rumah, maka ia berkata kepada Rasul: “Aku tidak mengenalmu (tadi)”. Rasul bersabda: “Sesungguhnya sabar itu pada benturan pertama”. (HR. Bukhari).
Imam Ibnu Hajar berkata: “Maksud dari sabda Rasul “sesungguhnya sabar itu pada benturan pertama” adalah bahwa jika keteguhan hati hadir seketika datanganya peristiwa yang menggoncang jiwa, itulah kesabaran sempurna yang mendatangkan pahala”.
b.      Ridha dengan qadha dan qadar serta berpasrah penuh kepada Allah SWT.
Sifat ini adalah sifat mukmin yang bertawakkal kepada Allah SWT, membenarkan janji-Nya, ridha dengan keputusan-Nya. Percaya kepada qadha dan qadar merupakan bagian dari rukun iman. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab berbunyi: “(Lelaki itu) berkata: “Beritahu aku tentang iman”. Rasulullah saw menjawab: “Engkau beriman kepada Allah SWT, kepada Malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya,kepada rasul-rasulnya, kepada hari akhir, dan beriman kepada qadha dan qadar-Nya yang baik dan buruk”. (HR. Muslim).
c.       Mengucapakn istirja’ (innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun).
Allah SWT berfirman: “dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.  (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.(QS. Al-Baqarah: 155-156).
Dalam sebuah hadits diriwayatkan Ummu Salamah ra, beliau berkata: “Aku mendengar rasulullah saw bersabda: “tidak ada seorang hambapun yang tertimpa musibah kemudian ia membaca:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اَللَّهُمَّ آجِرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأخْلُفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا
(Sesungguhnya kami milik Allah, dan kepada-Nya kami kembali, Ya Allah berikan pahala atas musibah yang menimpa dan gantilah dengan yang lebih baik)” kecuali Allah akan memberi ganjaran pahala atas apa yang menimpanya, dan Ia akan mengganti dengan apa yang lebih baik”. (HR. Muslim).
d.      Meyakini bahwa Dunia adalah kampung ujian.
Dunia penuh dengan ujian. Allah SWT berfirman: “dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS. Al-baqarah: 155).
e.      Meyakini bahwa keluarga, harta dan apa-apa yang dimiliki hakekatnya adalah milik Allah SWT.
Karena itu, sebagaimana Ia berkehendak memberi, Ia juga berkehendak mengambil. Sebuah syair dari seorang penyair bernama Labid, berbunyi:
Bukanlah harta dan keluarga kecuali hanya titipan belaka.
Pasti titipan itu sewaktu-waktu akan dikembalikan.
f.        Meminta pertolongan dengan perantara shalat.
Allah SWT berfirman: ”Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu”. (QS. Al-Baqarah: 45). Ketika dirundung masalah dan urusan yang sangat penting, Rasulullah saw melakukan shalat. “Adalah rasulullah saw jika mendapat masalah ia melakukan shalat”. (HR. Ahmad).
g.      Mengingat-ingat pahala dan balasan besar yang disediakan Allah SWT.
Mengingat pahala dan balasan yang disediakan Allah SWT bagi siapa yang sabar menghadapi musibah bisa mengkondisikan jiwa dan pikiran menjadi tenang dan mudah menerima kondisi. Diantara balasan yang Allah SWT sediakan:
1.      Surga. Allah SWT berfirman: “(yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu;. (sambil mengucapkan): "Keselamatan bagi kalian karena kesabaran kalian”. Maka Alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (QS. Arra’d: 23-24). Rasul saw bersabda dalam hadits qudsi: “Tidak ada balasan bagi seorang hamba mukmin yang Aku (Allah) wafatkan kekasihnya di Dunia kemudian ia bersabar dan mengharap ganjaran dari-Ku, kecuali baginya Surga”. (HR. Bukhari).        
2.      Pahala tak terbatas. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. (QS. Azzumar: 10).
3.      Kebersamaan Allah SWT bagi orang-orang sabar. “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah: 153).
4.      Allah mencintai orang-orang yang bersabar. “Allah menyukai orang-orang yang sabar”. (QS. Ali Imran: 146).
5.      Terhapusnya dosa. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Tidak ada yang menimpa seorang mukmin baik berupa lelah, sakit, panik, sedih, rasa sempit, bahkan duri yang mengenainya, kecuali Allah SWT hapuskan kesalahan dan dosanya”. (HR. Bukhari).
6.      Mendapat doa, rahmat dan petunjuk Allah SWT. “mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. Al-Baqarah: 157). Wallahu a’lam.

Comments

Popular posts from this blog

Doa Majelis

Kupenuhi PanggilanMu ya Allah

Perjuangan seorang ibu "Titi Marsutji Binti Iskak" (Part 1)