Etika Allah dan Rasulullah dalam menegur

Assalamualaikum
Untuk menjawab pertanyaan Bagamana etika Allah SWT dan Rasulnya (SAW) dalam menegur.

Misalnya ketika Allah mengeritik atau menegur sikap Rasulullah SAW yang mengacuhkan kedatangan orang buta (Abdullah ibn Maktum), yang datang untuk belajar tentang Islam. Rasululllah ketika itu sedang berdawah dihadapan pemuka-pemuka Quraish, dimana beliau (SAW) berpendapat bahwa kalau mereka ini masuk Islam, maka Islam akan kuat dan banyak pengikut mereka nantinya mausuk Islam. Sedangkan orang buta ini tidak punya pengikut, kalau masuk Islam hanya dia saja yang masuk.

Namun Allah SWT menegrunya sikap beliau itu. Tapi lihat bagaimana cara Allah SWT menegur beliau: “Dia bermuka masam dan berpaling, [2] karena telah datang seorang buta kepadanya.” (Abasa 1-1)

Biasanya seorang Boss kalau menegur bawahannya itu dengan redeksi lansung dengan menggunakan kata-kata… ‘Kamu’ misalnya. Kan mestinya ayat itu berbunyi “Oh Muhammad kenapa mukanmu masam dan berpaling ketika… “ Tapi Allah mengguanakan ‘orang ketiga ’Dia’. Seolah-seolah bukan Muammad yang berbuat demikian. Maka setelah itu beliau (SAW) tidak pernah berbuat seperti itu lagi. Malah setelah itu kalau beliau ketemu dengan Abdullah (RA) suka berkata: ”Marhaban dengan orang yang dengannya saya ditugar oleh Tuhanku.”

Sebagaimana kiat ketahui bahwa umumnya sifat manusia itu tidak mau ditegur secara langsung atau dituding.

Demikian juga halnya dengan etika Rasulullah SAW dalam mengritik atau menegur. Sering kita menjumpai Hadith-hadith yang berbunyi demikian: ”Saya dengar ada diantara kamu yang tidak bakti kepada orang tuanya...” atau: ”Ada suatu kaum, atau suatu golongan yang.... ”

Dengan cara beliau ini maka orang atau kaum yang ditegur dan dikeritik tidak merasa sakit hati atau tersinggung. Juga kalau ada orang lain, atau golongan lain yang berbuat yang sama, mereka juga bisa mengambil manfaat dan pelajaran.

Kalau seorang penulis menyebutkan nama suatu golongan/aliran, jelas mungkin mereka akan merasa tesinggung, dan mungkin tidak akan menerimanya. Juga mungkin ada golongan yang lain yang mempunyai pemikiran atau berbuat perbuatan yang sama, tidak bisa mengambil manfaat, karena mereka manganggap itu bukan untuk mereka.

Maka sebagai sorang muslim yang baik, apabila mendengar dan membaca tulisan atau mendengar ceramah yang menyinggung dirinya, maka dia pasti akan merenungkannya, lalu mengamalkannya. Sayidina Umar RA kalau ada orang yang mengeritiknya suka berkata: ”Mudah-mudahan Allah SWT memberikan taufiq dan memberikan pahala kepada orang yang menunjukan keselahanku..”

Wallahu ’alam
Mohamad Joban

Pertanyaan lanjutan
Kenapa dalam surat Tahrim cara Allah menegur kepada Rasulullah (SAW) secara langsung, tidak seperti dalam surat Abasa?

Jawaban

Mungkin karena dalam surat Abasa adalah berkenaan dengan masalah etika (behavior), dimana menegur secara tidak langsung akan lebih diterima oleh orang yang ditegur.

Sedangkan dalam surat Tahrim adalah berkenaan dengan masalah Hukum: Halal-Haram. Dalam hal hukum mesti tegas dan langsung, sehingga jelas dan tidak membingungkan.

Kisahnya sbb:
Allah censures His Prophet for Prohibiting Himself from what He has allowed for Him In the Book of Vows
Al-Bukhari recorded that `Ubayd bin `Umayr said that he heard `A'ishah claiming that Allah's Messenger used to stay for a period in the house of Zaynab bint Jahsh and drink honey in her house. (She said) "Hafsah and I decided that when the Prophet entered upon either of us, we would say, `I smell Maghafir on you. Have you eaten Maghafir' When he entered upon one of us, she said that to him. He replied (to her),
«لَا، بَلْ شَرِبْتُ عَسَلًا عِنْدَ زَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ وَلَنْ أَعُودَ لَه»
(No, but I drank honey in the house of Zaynab bint Jahsh, and I will never drink it again.)'' Then the following was revealed;
[يأَيُّهَا النَّبِىُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَآ أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ]
(O Prophet! Why do you fobid that which Allah has allowed to you) up to,

Mohamad Joban

Comments

Popular posts from this blog

Doa Majelis

Kupenuhi PanggilanMu ya Allah

Perjuangan seorang ibu "Titi Marsutji Binti Iskak" (Part 1)