Puasa dengan Itqan dan Ihsan
By Mohamad Joban
Setiap tahun kita melaksanakan puasa, dan kita mengetahui serta menyadari akan hikmat dan tujuan berpuasa, yaitu untuk membina manusia muslim yang bertaqwa, dan bebudi luhur. Namun sayang secara realita nampaknya hanya sedikit yang berhasil mencapai tujuan puasa diatas. Kira-kira apa sebabnya?
Sebabnya adalah karena banyak diantara kita -ummat Islam- yang kurang memahami apa yang diinginkan oleh Allah ketika kita melakukan suatu ibadah atau amal-amal soleh? Padalah itu merupakan suatu kunci dari bernilai atau tidaknya suatu ibadah atau amal disisi Allah. Dengan kata lain memahami apa yang diinginkan oleh Allah itu adalah merupakan kunci sukses suatu ibadah atau amal.
Apa yang Allah inginkan?
Yang Allah inginkan dalam kita beribadah dan beramal adalah ibdah dan amal itu dilakukan dengan Itqan dan Ihsan
APA ITU ITQAN DAN IHSAN?
Kata-kata Itqan ini sulit untuk diterjemahkan kedalam bahasa kita (Indonesia) atau bahasa apa saja. Untuk memahaminya, mari kita lihat penggunaanya dalam Al-Qur'an.
"Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap ditempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan "Itqan" (kokoh, sempurna, arsitektur, indah dsb) tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (27:88)
"Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan dengan sebaik-baiknya (ahsanu)…" (32:7)
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalanya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pangampun." (67:2)
Jadi kata Itqan dan Ihsan sesuai dengan beberapa ayat diatas adalah suatu pekerjaan yang dilakukan dengan perencanaan yang baik, disiplin, akurat, seimbang, kokoh, tepat pada waktunya, dan indah.
Adapun Ihsan (baik, bagus) adalah-seperti dalam Hadiht- "Usaha untuk menghadirkan Allah ketika beribadah, atau kalau belum mampu, meyakin dalam diri bahwa Allah sedang mengawasi".
Jadi mengapa kita belum bisa mencicipi buahnya ibadah puasa adalah karena kebanyakan kita tidak malaksanakan ibadah tersebut dengan Itqan dan Ihsan tadi. Kebanyakan kita puasa hanya untuk menunaikan kewajiban (seperti buruh atau kuli saja yang bekerja karena mengharapkan gaji atau upah). Oleh karena itu puasanya biasanya asal-asalan. Atau hanya puasa badani (menahan lapar dan dahaga). Padahal nilai puasa tidak diukur oleh seberapa tinggi yang berpuasa itu menderita lapar dan haus, sebab orang yang lupa makan sampai kenyang ketika puasa, pahalanya tidak dikurangi. Malah itu merupakan rizqi dari Allah SWT. Jadi nilainya ditentukan dengan bagaimana kita melaksanakannya, apakah puasa itu dilaksanakan dengan itqan dan ihsan atau tidak?
Kita dituntut untuk Itqan dan Ihsan bukan dalam puasa saja, malah dalam semua amal ibadah kita, dan dalam pekerjaan kita sehari-hari. Disinilah kenapa nenek moyang kita dulu menjadi contoh dan mandapatkan pujian dari non-muslim, adalah karena budi pekerti mereka yang luhur dan hasil karya meraka yang dikerjakan dengan itqan dan ihsan.
Nabi (SAW) bersabda " Sesungguhnya Allah menyukai apabila seseorang diantara kamu mengerjakan sesuatu, dikerjakannya dengan itqan (sungguh-sungguh dan sempurna)."
BAGAIMANA PUASA DANGAN ITQAN DAN IHSAN ITU?
Jawabannya adalah kita harus puasa badani dan ruhani.
Puasa badani adalah dengan menjaga beberapa anggota badan kita, yang antara lain
1. Mata
Mata adalah merupakan nikmat yang luar biasa yang diberikan oleh Allah. Kita tidak akan tahu nikmatnya mata kalau kita belum buta, atau terkena sakit mata. Namun demikian kalau kita tidak hati-hati matapun bisa bisa menjadi sumber dari segala dosa dan kejahatan. Orang yang berzina, mencuri, minum minuman keras dsb adalah dimulai dengan mata. Oleh karena itu dalam Al-Qur'an tidak ada kata-kata yang langsung mengharamkan berzina, tapi misalanya: "Jangan mendekati zina". Pintu yang mendekatkan kepada zina yang pertama adalah mata, lalu senyum, (kalaua lawan jenisnya itu senyum berarti green light, maka tahap berikutnya adalah ) menyapa, lalu berjanji, setelah itu baru berzina (nauzubillah).
Oleh karena itu kita harus berjihad sekuat mungkin untuk menjaga mata kita-paling tidak-selama kita berpuasa. Mata kita harus bisa misalnya berpuasa dari menonoton TV, DVD dan tontonan lainya. Katakan kepada TV :"Wahai TV! Cukup sudah engkau telah menghabiskan waktuku selama 11 bulan, aku akan puasa dari kamu selama sebulan ini".
Gunakanlah mata kita untuk membaca Al-Qur'an, memandang keindahan alam, ka'bah, dsb.
2. Telinga
Telinga juga merupakan nikmat yang besar yang harus kita syukuri. Dengan telinga kita bisa mebedakan berbagai macam suara, dan menikmati berbagai macam lagu yang indah.
Namun demikian, telinga juga bisa merupakan sumber dosa, dan kejahatan. Oleh karena itu Allah memuji hambanya yang suka mendengarkan kata-kata yang paling baik.
"yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik (ahsan) diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang yang mempuanyai akal." (39:18)
Oleh karena itu selama kita berpuasa-paling tidak-usahakan untuk mejauhkan telinga kita dari mendengarkan suara orang ghibah (menggunjing), obrolan yang tidak ada gunanya, atau lagu-lagu dan musik.
Gunakanlah telinga itu untuk mendengarkan Al-Qur'an, ceramah agama, dsb.
3. Lidah
Lidah adalah anggota badan yang paling sulit untuk dikendalikan, karena ia tidak bertulang, dan lebih tajam dari pedang. Oleh karena itu didalam Al-Qur'an ada yang disebut dengan puasa dari ngomong, seperti puasanya Siti Maryam dan Nabi Zakaria (AS). Nabi (S) pernah berkata kepada Muaz bin Jabal :" Wahai Muaz! Kalau kamu bisa menjaga dua anggota badan ini (lidah dan kehormatanmu), engkau dijamin akan masuk surga". Muaz berkata: "O baginda Rasul! Apakah akan ada orang yang masuk Neraka karena mulutnya? Nabi (S) menjawab: "Ya, malah kebanyakannya…"
Jadi dibulan puasa-paling tidak-kita harus mampu menahan lidah kita dari ngomong kotor, ngomongin orang, menfitnah, menyakiti, menggosip dsb.
Sebaliknya gunakan lidah kita ini untuk membaca Al-Qur'an, zikir, salawat, talim dan do'a ramadan yang disuruh oleh Nabi untuk mebacanya banyak-banyak:
اشـْهَـدُ الاّاِلَهَ الاالله ، اَسْتـغْفِرُ الله ،
نـَسْـأَلُكَ الْجَنـَّـةَ وَنـَعُوْذُ بِكَ مِـنَ النّـَار
اللَّهُـمَّ اِنـَّكَ عَفُوٌّ تُحِـبُّ الْعَفْـوَ فـَاعْفُ عَـنَّا يَا كـَِريْمْ
"Ashhadu ala ilaha ilallah Astaghfirullah
Nas alukal Jannata, wa nauzubika minanaar
Allahumma inaka afuwun tuhibul afwa fa'fuana
Ya Karim"
Artinya:
"Aku bersaksi tidak ada tuhan kecuali Allah.
O Allah aku mohon ampunan-MU
Aku memohon syurga-Mu
Dan aku berlindung dari Neraka-Mu
O Allah Engkau adalah Maha Pengampun
Suka untuk mengampuni
Maka ampunilah kami
O Allah yang Maha Pemurah
4. Perut
Menjaga perut adalah sangat penting untuk diterimanya suatu ibadah, dan suatu do'a. Oleh jangan sampai kita berpuasa, lalu buka dengan makanan yang haram. Atau dari income yang haram, atau dari hasil korupsi, menipu, dsb.
Ketika ada orang pakai ihram diwaktu haji berdo'a: "Labaik Allahumma labaik" Nabi (S) yang berada dekat dengan orang itu berkata: (la labaik) "Hajimu tidak diterima" . Shahabat yang lain berkata: "O Rasullah! Kenapa sampai tidak diterima haji orang itu? Nabi (S) menjawab: " Orang itu naik haji dengan bekal yang haram, makanan yang haram, minuman yang haram, bagaimana Allah SWT akan menerima do'anya (hajinya) ? "
Abu Bakar (S) pernah sampai memuntahkan makanan yang sudah masuk keperutnya setelah tahu bahwa makanan itu tidak halal. Ketika salah seorang shahabat menegurnya bahwa Allah SWT memaafkan suatu dosa yang dikerjakan dengan tidak disengaja. Abubakar (RA) menjawab: "Demi Allah kalau tidak ada jalan lain yang bisa mengeluarkan makanan itu kecuali aku harus mati, aku bersedia untuk mati. Karena aku masih ingat apa yang dikatakan oleh baginda Nabi (S) " Apabila suatu tubuh (badan) tumbuh dari barang (makanan) yang haram, maka tidak ada tempat yang layak bagi tubuh itu kecuali api neraka."
Bukan saja kita dituntut untuk manjaga perut kita dari makanan yang haram, tapi juga kita dituntut selama puasa jangan terlalu banyak makan ketika berbuka, karena akan membuat berat dan malas untuk beribadah.
5. Tangan
Demikian juga kita harus bisa menjaga tangan kita-paling tidak-selama kita puasa dari menjamah sesuatu yang haram, atau memukul anak kita, pembantu kita. Atau digunakan untuk mencuri, dan membantu perbuatan ma'siat.
6. Kaki
Selama puasa-paling tidak-kita usahakan untuk tidak pergi ketempat-tempat ma'siat, hiburan. Malah juga kepasarpun, kalau tidak perlu sebaiknya jangan pergi. Ingat bahwa dalam Al-Qur'an kedua tangan kita dan kaki kita akan menjadi saksi hari Qiamat kalau kita tidak berhati-hati dalam menjaganya " Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. (Yaseen:36: 65)
Puasa ruhani
Yaitu dengan menjaga dan membersihkan hati dan jiwa kita dari segala panyakitnya: seperti benci, dengki, dendam, sombong, buruk sangka dsb.
Nabi (S) bersabda: " Taqwa itu disini (sambil menunjuk kepada hatinya)".
Tidak mungkin kita bisa merasakan nikmatnya berpuasa, membaca Al-Qur'an, salat tarawih, salat tahajud, kalau hati kita penuh dengan penyakit-penyakit hati seperti diatas. Hati adalah sumber pemandangan Allah: " Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada bentuk badanmu dan penampilanmu, tapi Allah hanya memandang kepada hatimu dan amalmu." Maka hati yang kotor adalah seperti asep atau embun, sehingga menutupi masuknya cahaya matahri. Maka cahaya Allahpun demikian tidak akan masuk kedalam hati yang masih kotor.
Orang yang hatinya kotor, umumnya banyak memutuskan hubungan silaturahmi dengan keluarga dan kerabatnya, atau sesama muslim. Dan biasanya pendek umurnya. Kerena hidupnya tidak ceria. Selalu dalama keadaan gelisah dan marah. Bagi orang yang mempunyai hati yang kotor, tolong coba tanya kepada dirinya: apa manfaatnya menyimpan rasa dengki, hasud, dan buruk sangka dsb?
Didunia dia akan rugi, karena selalu tidak merasa gembira, malah sering marah dan gelisah. Umurnya kalau tidak berkurang, paling tidak, tidak bertambah.
Sebab dalam Hadith, Nabi (S) bersabda: "Barangsiapa yang ingin diluaskan rizqinya, dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah dia selalu menghubungkan tali silaturahmi.
Disamping itu dalam Hadith shahih juga dikatakan orang yang memutskan hubungan silaturrahmi tidak akan mendapatkan Malam Lailatul Qadar. Dan amalnya akan menggantung antara langit dan bumi.
Kadang nafsu dan setan suka membisik: "Tapi diakan yang duluan memusuhi saya! Dia sudah terlalu banyak menyakiti saya." Jangan ikuti bisikan itu, itu bisikan yang akan menjerumuskan kita . Katakan " Tidak ada "tapi", yang ada adalah aku ingin menikmati indahnya puasa, dan mendapatkan ampunan dari Allah.
Yang kedua diakherat nanti rugi, karena Allah berfirman: "Hanya yang punya Qulbun Salim (hati yang bersih) yang akan bertemu dengan Allah."
Sedangkan dalam Hadith dikatakan: "Kedengkian (hasud) itu akan menghabiskan pahala, seperti api menghabiskan kayu yang kering ."
Dalam cerita yang masyhur dikatakan bahwa Nabi (S) telah menjamin seseorang akan masuk surga adalah karena orang itu tidak pernah meyimpan rasa dengki atau sakit hati apapun dalam hatinya terhadap siapapun. Kalau mau tidur dia mengangkatkan tanganya sambil berkata: " O Allah aku maafkan semua orang yang dengki, orang yang mengumpat dan orang yang iri padaku.."
Bisakah kita berdoa seperti orang itu ketika ada orang yang men-jelek jelekan kita? Kalau bisa, insha Allah kita termasuk dari orang yang mendapat jaminan serperti orang itu.
Ketika Ramadan nanti datang coba kita bermunajat dan berjanji dengan Allah:
"Ya Allah! aku tidak tahu, mungkin ini Ramadan yang terakhir bagiku. Ramadan-ramadan yang lalu, aku tidak mengerjakan puasa dan ibadah dengan itqan dan ihsan. Ya Allah! aku tahu betapa banyak dosaku, dan dengan kemurahan-Mu, Engkau jadikan bulan ini bulan ampunan, dan kebebasan dari api neraka.
Oleh karena itu ya Allah! aku tidak akan sia-siakan ramadan kali ini. Pertama aku akan membersihkan hatiku dari semua penyakit hati yang selama ini mangganggu kekhusuan ibadahku pada-Mu.
Ya Allah berilah aku kekuatan, ketabahan dan kesabaran dalam menunaikan perintahmu ini.
Amin..
Wallahu 'alam
Mohamad Joban
Setiap tahun kita melaksanakan puasa, dan kita mengetahui serta menyadari akan hikmat dan tujuan berpuasa, yaitu untuk membina manusia muslim yang bertaqwa, dan bebudi luhur. Namun sayang secara realita nampaknya hanya sedikit yang berhasil mencapai tujuan puasa diatas. Kira-kira apa sebabnya?
Sebabnya adalah karena banyak diantara kita -ummat Islam- yang kurang memahami apa yang diinginkan oleh Allah ketika kita melakukan suatu ibadah atau amal-amal soleh? Padalah itu merupakan suatu kunci dari bernilai atau tidaknya suatu ibadah atau amal disisi Allah. Dengan kata lain memahami apa yang diinginkan oleh Allah itu adalah merupakan kunci sukses suatu ibadah atau amal.
Apa yang Allah inginkan?
Yang Allah inginkan dalam kita beribadah dan beramal adalah ibdah dan amal itu dilakukan dengan Itqan dan Ihsan
APA ITU ITQAN DAN IHSAN?
Kata-kata Itqan ini sulit untuk diterjemahkan kedalam bahasa kita (Indonesia) atau bahasa apa saja. Untuk memahaminya, mari kita lihat penggunaanya dalam Al-Qur'an.
"Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap ditempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan "Itqan" (kokoh, sempurna, arsitektur, indah dsb) tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (27:88)
"Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan dengan sebaik-baiknya (ahsanu)…" (32:7)
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalanya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pangampun." (67:2)
Jadi kata Itqan dan Ihsan sesuai dengan beberapa ayat diatas adalah suatu pekerjaan yang dilakukan dengan perencanaan yang baik, disiplin, akurat, seimbang, kokoh, tepat pada waktunya, dan indah.
Adapun Ihsan (baik, bagus) adalah-seperti dalam Hadiht- "Usaha untuk menghadirkan Allah ketika beribadah, atau kalau belum mampu, meyakin dalam diri bahwa Allah sedang mengawasi".
Jadi mengapa kita belum bisa mencicipi buahnya ibadah puasa adalah karena kebanyakan kita tidak malaksanakan ibadah tersebut dengan Itqan dan Ihsan tadi. Kebanyakan kita puasa hanya untuk menunaikan kewajiban (seperti buruh atau kuli saja yang bekerja karena mengharapkan gaji atau upah). Oleh karena itu puasanya biasanya asal-asalan. Atau hanya puasa badani (menahan lapar dan dahaga). Padahal nilai puasa tidak diukur oleh seberapa tinggi yang berpuasa itu menderita lapar dan haus, sebab orang yang lupa makan sampai kenyang ketika puasa, pahalanya tidak dikurangi. Malah itu merupakan rizqi dari Allah SWT. Jadi nilainya ditentukan dengan bagaimana kita melaksanakannya, apakah puasa itu dilaksanakan dengan itqan dan ihsan atau tidak?
Kita dituntut untuk Itqan dan Ihsan bukan dalam puasa saja, malah dalam semua amal ibadah kita, dan dalam pekerjaan kita sehari-hari. Disinilah kenapa nenek moyang kita dulu menjadi contoh dan mandapatkan pujian dari non-muslim, adalah karena budi pekerti mereka yang luhur dan hasil karya meraka yang dikerjakan dengan itqan dan ihsan.
Nabi (SAW) bersabda " Sesungguhnya Allah menyukai apabila seseorang diantara kamu mengerjakan sesuatu, dikerjakannya dengan itqan (sungguh-sungguh dan sempurna)."
BAGAIMANA PUASA DANGAN ITQAN DAN IHSAN ITU?
Jawabannya adalah kita harus puasa badani dan ruhani.
Puasa badani adalah dengan menjaga beberapa anggota badan kita, yang antara lain
1. Mata
Mata adalah merupakan nikmat yang luar biasa yang diberikan oleh Allah. Kita tidak akan tahu nikmatnya mata kalau kita belum buta, atau terkena sakit mata. Namun demikian kalau kita tidak hati-hati matapun bisa bisa menjadi sumber dari segala dosa dan kejahatan. Orang yang berzina, mencuri, minum minuman keras dsb adalah dimulai dengan mata. Oleh karena itu dalam Al-Qur'an tidak ada kata-kata yang langsung mengharamkan berzina, tapi misalanya: "Jangan mendekati zina". Pintu yang mendekatkan kepada zina yang pertama adalah mata, lalu senyum, (kalaua lawan jenisnya itu senyum berarti green light, maka tahap berikutnya adalah ) menyapa, lalu berjanji, setelah itu baru berzina (nauzubillah).
Oleh karena itu kita harus berjihad sekuat mungkin untuk menjaga mata kita-paling tidak-selama kita berpuasa. Mata kita harus bisa misalnya berpuasa dari menonoton TV, DVD dan tontonan lainya. Katakan kepada TV :"Wahai TV! Cukup sudah engkau telah menghabiskan waktuku selama 11 bulan, aku akan puasa dari kamu selama sebulan ini".
Gunakanlah mata kita untuk membaca Al-Qur'an, memandang keindahan alam, ka'bah, dsb.
2. Telinga
Telinga juga merupakan nikmat yang besar yang harus kita syukuri. Dengan telinga kita bisa mebedakan berbagai macam suara, dan menikmati berbagai macam lagu yang indah.
Namun demikian, telinga juga bisa merupakan sumber dosa, dan kejahatan. Oleh karena itu Allah memuji hambanya yang suka mendengarkan kata-kata yang paling baik.
"yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik (ahsan) diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang yang mempuanyai akal." (39:18)
Oleh karena itu selama kita berpuasa-paling tidak-usahakan untuk mejauhkan telinga kita dari mendengarkan suara orang ghibah (menggunjing), obrolan yang tidak ada gunanya, atau lagu-lagu dan musik.
Gunakanlah telinga itu untuk mendengarkan Al-Qur'an, ceramah agama, dsb.
3. Lidah
Lidah adalah anggota badan yang paling sulit untuk dikendalikan, karena ia tidak bertulang, dan lebih tajam dari pedang. Oleh karena itu didalam Al-Qur'an ada yang disebut dengan puasa dari ngomong, seperti puasanya Siti Maryam dan Nabi Zakaria (AS). Nabi (S) pernah berkata kepada Muaz bin Jabal :" Wahai Muaz! Kalau kamu bisa menjaga dua anggota badan ini (lidah dan kehormatanmu), engkau dijamin akan masuk surga". Muaz berkata: "O baginda Rasul! Apakah akan ada orang yang masuk Neraka karena mulutnya? Nabi (S) menjawab: "Ya, malah kebanyakannya…"
Jadi dibulan puasa-paling tidak-kita harus mampu menahan lidah kita dari ngomong kotor, ngomongin orang, menfitnah, menyakiti, menggosip dsb.
Sebaliknya gunakan lidah kita ini untuk membaca Al-Qur'an, zikir, salawat, talim dan do'a ramadan yang disuruh oleh Nabi untuk mebacanya banyak-banyak:
اشـْهَـدُ الاّاِلَهَ الاالله ، اَسْتـغْفِرُ الله ،
نـَسْـأَلُكَ الْجَنـَّـةَ وَنـَعُوْذُ بِكَ مِـنَ النّـَار
اللَّهُـمَّ اِنـَّكَ عَفُوٌّ تُحِـبُّ الْعَفْـوَ فـَاعْفُ عَـنَّا يَا كـَِريْمْ
"Ashhadu ala ilaha ilallah Astaghfirullah
Nas alukal Jannata, wa nauzubika minanaar
Allahumma inaka afuwun tuhibul afwa fa'fuana
Ya Karim"
Artinya:
"Aku bersaksi tidak ada tuhan kecuali Allah.
O Allah aku mohon ampunan-MU
Aku memohon syurga-Mu
Dan aku berlindung dari Neraka-Mu
O Allah Engkau adalah Maha Pengampun
Suka untuk mengampuni
Maka ampunilah kami
O Allah yang Maha Pemurah
4. Perut
Menjaga perut adalah sangat penting untuk diterimanya suatu ibadah, dan suatu do'a. Oleh jangan sampai kita berpuasa, lalu buka dengan makanan yang haram. Atau dari income yang haram, atau dari hasil korupsi, menipu, dsb.
Ketika ada orang pakai ihram diwaktu haji berdo'a: "Labaik Allahumma labaik" Nabi (S) yang berada dekat dengan orang itu berkata: (la labaik) "Hajimu tidak diterima" . Shahabat yang lain berkata: "O Rasullah! Kenapa sampai tidak diterima haji orang itu? Nabi (S) menjawab: " Orang itu naik haji dengan bekal yang haram, makanan yang haram, minuman yang haram, bagaimana Allah SWT akan menerima do'anya (hajinya) ? "
Abu Bakar (S) pernah sampai memuntahkan makanan yang sudah masuk keperutnya setelah tahu bahwa makanan itu tidak halal. Ketika salah seorang shahabat menegurnya bahwa Allah SWT memaafkan suatu dosa yang dikerjakan dengan tidak disengaja. Abubakar (RA) menjawab: "Demi Allah kalau tidak ada jalan lain yang bisa mengeluarkan makanan itu kecuali aku harus mati, aku bersedia untuk mati. Karena aku masih ingat apa yang dikatakan oleh baginda Nabi (S) " Apabila suatu tubuh (badan) tumbuh dari barang (makanan) yang haram, maka tidak ada tempat yang layak bagi tubuh itu kecuali api neraka."
Bukan saja kita dituntut untuk manjaga perut kita dari makanan yang haram, tapi juga kita dituntut selama puasa jangan terlalu banyak makan ketika berbuka, karena akan membuat berat dan malas untuk beribadah.
5. Tangan
Demikian juga kita harus bisa menjaga tangan kita-paling tidak-selama kita puasa dari menjamah sesuatu yang haram, atau memukul anak kita, pembantu kita. Atau digunakan untuk mencuri, dan membantu perbuatan ma'siat.
6. Kaki
Selama puasa-paling tidak-kita usahakan untuk tidak pergi ketempat-tempat ma'siat, hiburan. Malah juga kepasarpun, kalau tidak perlu sebaiknya jangan pergi. Ingat bahwa dalam Al-Qur'an kedua tangan kita dan kaki kita akan menjadi saksi hari Qiamat kalau kita tidak berhati-hati dalam menjaganya " Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. (Yaseen:36: 65)
Puasa ruhani
Yaitu dengan menjaga dan membersihkan hati dan jiwa kita dari segala panyakitnya: seperti benci, dengki, dendam, sombong, buruk sangka dsb.
Nabi (S) bersabda: " Taqwa itu disini (sambil menunjuk kepada hatinya)".
Tidak mungkin kita bisa merasakan nikmatnya berpuasa, membaca Al-Qur'an, salat tarawih, salat tahajud, kalau hati kita penuh dengan penyakit-penyakit hati seperti diatas. Hati adalah sumber pemandangan Allah: " Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada bentuk badanmu dan penampilanmu, tapi Allah hanya memandang kepada hatimu dan amalmu." Maka hati yang kotor adalah seperti asep atau embun, sehingga menutupi masuknya cahaya matahri. Maka cahaya Allahpun demikian tidak akan masuk kedalam hati yang masih kotor.
Orang yang hatinya kotor, umumnya banyak memutuskan hubungan silaturahmi dengan keluarga dan kerabatnya, atau sesama muslim. Dan biasanya pendek umurnya. Kerena hidupnya tidak ceria. Selalu dalama keadaan gelisah dan marah. Bagi orang yang mempunyai hati yang kotor, tolong coba tanya kepada dirinya: apa manfaatnya menyimpan rasa dengki, hasud, dan buruk sangka dsb?
Didunia dia akan rugi, karena selalu tidak merasa gembira, malah sering marah dan gelisah. Umurnya kalau tidak berkurang, paling tidak, tidak bertambah.
Sebab dalam Hadith, Nabi (S) bersabda: "Barangsiapa yang ingin diluaskan rizqinya, dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah dia selalu menghubungkan tali silaturahmi.
Disamping itu dalam Hadith shahih juga dikatakan orang yang memutskan hubungan silaturrahmi tidak akan mendapatkan Malam Lailatul Qadar. Dan amalnya akan menggantung antara langit dan bumi.
Kadang nafsu dan setan suka membisik: "Tapi diakan yang duluan memusuhi saya! Dia sudah terlalu banyak menyakiti saya." Jangan ikuti bisikan itu, itu bisikan yang akan menjerumuskan kita . Katakan " Tidak ada "tapi", yang ada adalah aku ingin menikmati indahnya puasa, dan mendapatkan ampunan dari Allah.
Yang kedua diakherat nanti rugi, karena Allah berfirman: "Hanya yang punya Qulbun Salim (hati yang bersih) yang akan bertemu dengan Allah."
Sedangkan dalam Hadith dikatakan: "Kedengkian (hasud) itu akan menghabiskan pahala, seperti api menghabiskan kayu yang kering ."
Dalam cerita yang masyhur dikatakan bahwa Nabi (S) telah menjamin seseorang akan masuk surga adalah karena orang itu tidak pernah meyimpan rasa dengki atau sakit hati apapun dalam hatinya terhadap siapapun. Kalau mau tidur dia mengangkatkan tanganya sambil berkata: " O Allah aku maafkan semua orang yang dengki, orang yang mengumpat dan orang yang iri padaku.."
Bisakah kita berdoa seperti orang itu ketika ada orang yang men-jelek jelekan kita? Kalau bisa, insha Allah kita termasuk dari orang yang mendapat jaminan serperti orang itu.
Ketika Ramadan nanti datang coba kita bermunajat dan berjanji dengan Allah:
"Ya Allah! aku tidak tahu, mungkin ini Ramadan yang terakhir bagiku. Ramadan-ramadan yang lalu, aku tidak mengerjakan puasa dan ibadah dengan itqan dan ihsan. Ya Allah! aku tahu betapa banyak dosaku, dan dengan kemurahan-Mu, Engkau jadikan bulan ini bulan ampunan, dan kebebasan dari api neraka.
Oleh karena itu ya Allah! aku tidak akan sia-siakan ramadan kali ini. Pertama aku akan membersihkan hatiku dari semua penyakit hati yang selama ini mangganggu kekhusuan ibadahku pada-Mu.
Ya Allah berilah aku kekuatan, ketabahan dan kesabaran dalam menunaikan perintahmu ini.
Amin..
Wallahu 'alam
Mohamad Joban
Comments
Post a Comment