Doa Penutup Majelis Menghapus Dosa Majelis
Sebagaimana kita ketahui bahwa setiap perbuatan yang kita lakukan sehari-hari adalah berwujud ibadah pada Allah SWT. Karena tujuan hidup manusia di muka bumi ini tidak lain hanyalah semata mata untuk beribadah pada Allah SWT saja. Sebagaimana Allah SWT sudah memberi aba-aba dengan jelas pada manusia dalam firmanNya:
" Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku". (QS. 51:56)
Oleh sebab itu segala aspek kehidupan manusia adalah bersifat ibadah. Sebagian orang ada yang beranggapan bahwa ibadah itu hanyalah ibadah pokok (asas) saja, (seperti yang tertera dalam Rukun Islam maupun Rukun Iman) yang kita lakukan seperti, shalat, berpuasa dibulan Ramadan, bershadaqah, naik haji,dlsbnya. Namun ibadah sunah ataupun yang mubah termasuk juga beribadah pada Allah SWT.
Nah untuk diterimanya amalan ibadah kita ada beberapa ketentuan yang kita harus perhatikan agar ibadah tersebut bernilai disisi Allah SWT dan kita mendapat pahala karenanya. Kenapa demikian? Karena kalau melakukan sesuatu tanpa pengetahuan, seperti tidak tahu kenapa harus melakukan shalat, apakah karena hanya ikut-ikutan. Oleh sebab itu amalan yang dikerjakan tanpa pengetahuan sama saja tidak ada artinya, kita hanya membuang-buang waktu saja. Sebagaimana firman Allah dibawah ini:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَـٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS al-Isra, 17:36)
Adapun ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam melakukan ibadah itu adalah:
1. Niat
Sebelum beraktifitas apapun, kaum muslimin dianjurkan untuk meluruskan niat, karena niat akan menentukan hasil dari aktifitas tersebut, apakah ada nilai ibadahnya atau tanpa nilai apa-apa disisi Allah.
Dikarenakan niat adalah merupakan hal yang sangat penting pada setiap pekerjaan kita, Rasulullah SAW bersabda:
انما الاعمال بالنيات وانما لكل امرئ ما نوى. فمن كانت هجرته الى الله ورسوله فهجرته الى الله ورسوله ، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها او امراة ينكحها فهجرته الى ماهاجر اليه
"Sesungguhnya segala amalan itu dengan niat, dan segala sesuatu tidak ada artinya tanpa adanya niat, maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasulnya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasulnya, dan barang siapa yang hijrahnya untuk urusan dunia yang akan didapatkannya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya pada sesuatu yang diniatkan kepadanya" (HR. Bukhori)
Dari hadits diatas para ulama fikih mengharuskan atau menjadikan niat sebagai hal yang harus pada setiap pekerjaan atau ibadah yang kita lakukan sehari-hari, bahkan pada pekerjaan mubah pun bisa bernilai sunnah jika diniatkan untuk mengikuti Rasulullah SAW, akan tetapi niat berbuat jahat tidak akan ditulis sebagai kejahatan sampai niat tersebut dilaksanakan, sementara niat kebaikan akan dicatat satu amalan kebaikan walaupun belum dilakukan walaupun baru berniat saja, demikian indahnya kemurahan Allah SWT yang maha Pemurah.
2. Pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan Syari’at
Apapun yang kita lukukan haruslah sesuai dengan perintah Allah SWT dan tuntunan Nabi Muhammad SAW, dan apa yang tidak di syari’atkan berarti bid’ah mardudah ( bid’ah yang ditolak ), hal ini berdasarkan sabda Nabi :
مَنْ عَمَِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدُّ.
“ Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntutan dari Kami, maka amalan tersebut tertolak.”
Allah sudah nyatakan tentang hal ini dengan dengan tegas, bahwa;
“Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian dan janganlah kalian mengikuti wali selain-Nya. Sedikit sekali yang kalian ambil pelajaran.” (Al-A’raf : 3)
Allah SW berfirman:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah” ( Al Hasyr : 7)
Demikian juga Rasulullah SAW menekan-kan sikap ini di berbagai hadits, di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhory dan Imam Muslim dari Abu Hurairah ra :
مَا نَهَيْتُكُم عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوْا مِنْهُ مَااسْتَطَعْتُمْ
“Apa yang telah aku larang untuk kalian, maka jauhilah dan apa yang telah aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakan- lah semampu kalian.”
Apabila dalam soal peribadatan dan mu’amalah sudah berusaha untuk kembali kepada al-Qur’an dan hadits tetapi tidak ditemukan petunjuk yang eksplisit menjelaskan persoalan tersebut, maka Rasulullah mengizinkan para ulama’ untuk berijtihad, yaitu berijtihad sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan Sunnah. Ijtihad adalah berusaha sekuat tenaga untuk memahami al-Qur’an dan sunnah untuk menarik kesimpulan hukum tertentu.
Tetapi jika kemudian terjadi perbedaan ijtihad dikalangan para ‘Ulama, kaum muslimin diperintahkan untuk kembali kepada prinsip diatas.
Allah SWT menjelaskan :
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An Nisaa’ : 56)
Prinsip ini adalah jaminan keselamatan dari berbagai bentuk kesesatan selama seorang muslim masih memeganginya, hal ini diberitakan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya :
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي أَبَدًا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّتِي
Aku telah meninggalkan bagi kalian dua perkara. Kalian tidak akan tersesat sepening-galku selama-lamanya selama kalian tetap berpegang teguh dengan keduanya Kitabullah dan Sunnahku”
Juga dalam haditsnya dari Abu Najih Al ‘Irbadh bin Sariyah ra :
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسَنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Karena sesungguhnya siapa diantara kalian yang masih hidup. Maka dia akan melihat peselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian memegang teguh Sunnahku dan Sunnah khulafaur rosyidin yang diberi petun-juk. Gigit! Sunnahku dengan gigi geraham kalian… “ (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Bahkan seorang itu dinyatakan tidak beriman hingga dia memiliki prinsip ini dan tunduk patuh terhadap ketentuan hukumnya (Rasulullah saw).
Allah SWT mengancam setiap orang yang menentang prinsip ini setelah dia mendapatkan penjelasan :
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami palingkan dia kemana dia berpaling dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An Nisa’ : 115 )
3. Aktifitas yang dilakukan itu dibolehkan oleh syari’at
Islam menuntut setiap manusia bekerja, berusaha mencari rezeki untuk dirinya, keluarganya dan juga untuk kedua orang tuanya yang tidak mampu lagi untuk bekerja. Di samping itu Islam juga menyatakan bahwa sesuatu kerja, usaha, ataupun bisnis yang halal itu adalah merupakan tugas yang diamanahkan oleh Allah kepada seseorang manusia.
Maka menurut Islam setiap kerja yang diredhai oleh Allah dan disertai dengan niat adalah ibadat. Oleh sebab itu setiap insan hendaklah menyadari dan menghayati bahwa setiap kegiatannya menjalankan kerja yang halal adalah wajib baginya dan kegiatannya itu sekiranya dimulai dengan niat, hendaklah dianggap sebagai ibadat.
Nabi Muhammad S.A.W bersabda:
"Barangsiapa bekerja untuk anak isterinya melalui jalan yang halal, maka bagi mereka pahala seperti orang yang berjihad di jalan Allah." (Riwayat Al- Bukhari)
Selain dari itu Rasulullah S.A.W. juga bersabda:
"Mencari kerja yang halal itu adalah fardhu selepas fardhu". (Riwayat Al- Baihaqi)
4. Membawa manfaat
Perbuatan yang akan kita lakukan itu haruslah menghasilkan (natijah) sesuatu yang bermanfaat, baik bermanfaat untuk dirinya sendiri maupun bermanfaat untuk orang banyak lainnya. Jangan sampai aktifitas yang dilakukan memberikan mudharat.
Contohnya kita mau bersedekah padaseseorang sebagai wujud tanda syukur kita atas rezki yang telah diberikanNya pada kita. Oleh sebab itu aktifitas sedekah kita itu akan dinilai ibadah oleh Allah karena hasilnya memberikan kelapangan hidup pada orang yang sedang membutuhkan. Bahkan aktifitas sedekah ini akan membawa umatnya kepada rasa syukur pada Allah, Semakin kita bersyukur pada Allah, Allah akan menambah nikmat reazki pada kita sepanjang aktifitas sedekah kita itu dilandasi dengan niat yang ikhlas.
5. Tidak meninggalkan / melalaikan ibadah pokok (asas).
Aktifitas apa saja yang dilakukan jangan sampai melalaikan kewajiban pokok kita untuk melakukannya. Kewajiban pokok itu adalah sebagiamana yang tertera dalam Rukun Islam dan Rukun Iman. Dalam rukun Islam, contohnya shalat. Disaat kita melakukan aktifitas berdagang misalnya, lantaran kesibukan menyebabkan shalat tertinggal. Makah aktifitas tersebut tidak akan membawa berkah maupun manfaat buat dirinya.
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: "Shalat itu adalah tiang agama. Barang siapa telah mendirikannya maka dia telah mendirikan agama. Dan barang siapa yang meninggalkannya maka dia telah meruntuhkan agama."
Betapa banyak orang yang mementingkan makanan halal untuk keluarganya, sementara kewajiban yang lain jarang dikerjakan bahkan ditinggalkan samasekali, shalat sudah diganti dengan nilai2 budaya yang menyebabkan manusia menjadi lupa akan kewajiban utamanya. Oleh sebab itu ibadah2 sunnah akan menjadi tidak bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain kalau ibadah wajib seperti shalat sudah tidak dijalankan.
Wallahu A’lam bisshawaab
Aswita
A.n/ Dep daw’ah IMSIS
21 Mei, 2010
" Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku". (QS. 51:56)
Oleh sebab itu segala aspek kehidupan manusia adalah bersifat ibadah. Sebagian orang ada yang beranggapan bahwa ibadah itu hanyalah ibadah pokok (asas) saja, (seperti yang tertera dalam Rukun Islam maupun Rukun Iman) yang kita lakukan seperti, shalat, berpuasa dibulan Ramadan, bershadaqah, naik haji,dlsbnya. Namun ibadah sunah ataupun yang mubah termasuk juga beribadah pada Allah SWT.
Nah untuk diterimanya amalan ibadah kita ada beberapa ketentuan yang kita harus perhatikan agar ibadah tersebut bernilai disisi Allah SWT dan kita mendapat pahala karenanya. Kenapa demikian? Karena kalau melakukan sesuatu tanpa pengetahuan, seperti tidak tahu kenapa harus melakukan shalat, apakah karena hanya ikut-ikutan. Oleh sebab itu amalan yang dikerjakan tanpa pengetahuan sama saja tidak ada artinya, kita hanya membuang-buang waktu saja. Sebagaimana firman Allah dibawah ini:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَـٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS al-Isra, 17:36)
Adapun ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam melakukan ibadah itu adalah:
1. Niat
Sebelum beraktifitas apapun, kaum muslimin dianjurkan untuk meluruskan niat, karena niat akan menentukan hasil dari aktifitas tersebut, apakah ada nilai ibadahnya atau tanpa nilai apa-apa disisi Allah.
Dikarenakan niat adalah merupakan hal yang sangat penting pada setiap pekerjaan kita, Rasulullah SAW bersabda:
انما الاعمال بالنيات وانما لكل امرئ ما نوى. فمن كانت هجرته الى الله ورسوله فهجرته الى الله ورسوله ، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها او امراة ينكحها فهجرته الى ماهاجر اليه
"Sesungguhnya segala amalan itu dengan niat, dan segala sesuatu tidak ada artinya tanpa adanya niat, maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasulnya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasulnya, dan barang siapa yang hijrahnya untuk urusan dunia yang akan didapatkannya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya pada sesuatu yang diniatkan kepadanya" (HR. Bukhori)
Dari hadits diatas para ulama fikih mengharuskan atau menjadikan niat sebagai hal yang harus pada setiap pekerjaan atau ibadah yang kita lakukan sehari-hari, bahkan pada pekerjaan mubah pun bisa bernilai sunnah jika diniatkan untuk mengikuti Rasulullah SAW, akan tetapi niat berbuat jahat tidak akan ditulis sebagai kejahatan sampai niat tersebut dilaksanakan, sementara niat kebaikan akan dicatat satu amalan kebaikan walaupun belum dilakukan walaupun baru berniat saja, demikian indahnya kemurahan Allah SWT yang maha Pemurah.
2. Pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan Syari’at
Apapun yang kita lukukan haruslah sesuai dengan perintah Allah SWT dan tuntunan Nabi Muhammad SAW, dan apa yang tidak di syari’atkan berarti bid’ah mardudah ( bid’ah yang ditolak ), hal ini berdasarkan sabda Nabi :
مَنْ عَمَِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدُّ.
“ Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntutan dari Kami, maka amalan tersebut tertolak.”
Allah sudah nyatakan tentang hal ini dengan dengan tegas, bahwa;
“Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian dan janganlah kalian mengikuti wali selain-Nya. Sedikit sekali yang kalian ambil pelajaran.” (Al-A’raf : 3)
Allah SW berfirman:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah” ( Al Hasyr : 7)
Demikian juga Rasulullah SAW menekan-kan sikap ini di berbagai hadits, di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhory dan Imam Muslim dari Abu Hurairah ra :
مَا نَهَيْتُكُم عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوْا مِنْهُ مَااسْتَطَعْتُمْ
“Apa yang telah aku larang untuk kalian, maka jauhilah dan apa yang telah aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakan- lah semampu kalian.”
Apabila dalam soal peribadatan dan mu’amalah sudah berusaha untuk kembali kepada al-Qur’an dan hadits tetapi tidak ditemukan petunjuk yang eksplisit menjelaskan persoalan tersebut, maka Rasulullah mengizinkan para ulama’ untuk berijtihad, yaitu berijtihad sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan Sunnah. Ijtihad adalah berusaha sekuat tenaga untuk memahami al-Qur’an dan sunnah untuk menarik kesimpulan hukum tertentu.
Tetapi jika kemudian terjadi perbedaan ijtihad dikalangan para ‘Ulama, kaum muslimin diperintahkan untuk kembali kepada prinsip diatas.
Allah SWT menjelaskan :
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An Nisaa’ : 56)
Prinsip ini adalah jaminan keselamatan dari berbagai bentuk kesesatan selama seorang muslim masih memeganginya, hal ini diberitakan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya :
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي أَبَدًا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّتِي
Aku telah meninggalkan bagi kalian dua perkara. Kalian tidak akan tersesat sepening-galku selama-lamanya selama kalian tetap berpegang teguh dengan keduanya Kitabullah dan Sunnahku”
Juga dalam haditsnya dari Abu Najih Al ‘Irbadh bin Sariyah ra :
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسَنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Karena sesungguhnya siapa diantara kalian yang masih hidup. Maka dia akan melihat peselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian memegang teguh Sunnahku dan Sunnah khulafaur rosyidin yang diberi petun-juk. Gigit! Sunnahku dengan gigi geraham kalian… “ (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Bahkan seorang itu dinyatakan tidak beriman hingga dia memiliki prinsip ini dan tunduk patuh terhadap ketentuan hukumnya (Rasulullah saw).
Allah SWT mengancam setiap orang yang menentang prinsip ini setelah dia mendapatkan penjelasan :
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami palingkan dia kemana dia berpaling dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An Nisa’ : 115 )
3. Aktifitas yang dilakukan itu dibolehkan oleh syari’at
Islam menuntut setiap manusia bekerja, berusaha mencari rezeki untuk dirinya, keluarganya dan juga untuk kedua orang tuanya yang tidak mampu lagi untuk bekerja. Di samping itu Islam juga menyatakan bahwa sesuatu kerja, usaha, ataupun bisnis yang halal itu adalah merupakan tugas yang diamanahkan oleh Allah kepada seseorang manusia.
Maka menurut Islam setiap kerja yang diredhai oleh Allah dan disertai dengan niat adalah ibadat. Oleh sebab itu setiap insan hendaklah menyadari dan menghayati bahwa setiap kegiatannya menjalankan kerja yang halal adalah wajib baginya dan kegiatannya itu sekiranya dimulai dengan niat, hendaklah dianggap sebagai ibadat.
Nabi Muhammad S.A.W bersabda:
"Barangsiapa bekerja untuk anak isterinya melalui jalan yang halal, maka bagi mereka pahala seperti orang yang berjihad di jalan Allah." (Riwayat Al- Bukhari)
Selain dari itu Rasulullah S.A.W. juga bersabda:
"Mencari kerja yang halal itu adalah fardhu selepas fardhu". (Riwayat Al- Baihaqi)
4. Membawa manfaat
Perbuatan yang akan kita lakukan itu haruslah menghasilkan (natijah) sesuatu yang bermanfaat, baik bermanfaat untuk dirinya sendiri maupun bermanfaat untuk orang banyak lainnya. Jangan sampai aktifitas yang dilakukan memberikan mudharat.
Contohnya kita mau bersedekah padaseseorang sebagai wujud tanda syukur kita atas rezki yang telah diberikanNya pada kita. Oleh sebab itu aktifitas sedekah kita itu akan dinilai ibadah oleh Allah karena hasilnya memberikan kelapangan hidup pada orang yang sedang membutuhkan. Bahkan aktifitas sedekah ini akan membawa umatnya kepada rasa syukur pada Allah, Semakin kita bersyukur pada Allah, Allah akan menambah nikmat reazki pada kita sepanjang aktifitas sedekah kita itu dilandasi dengan niat yang ikhlas.
5. Tidak meninggalkan / melalaikan ibadah pokok (asas).
Aktifitas apa saja yang dilakukan jangan sampai melalaikan kewajiban pokok kita untuk melakukannya. Kewajiban pokok itu adalah sebagiamana yang tertera dalam Rukun Islam dan Rukun Iman. Dalam rukun Islam, contohnya shalat. Disaat kita melakukan aktifitas berdagang misalnya, lantaran kesibukan menyebabkan shalat tertinggal. Makah aktifitas tersebut tidak akan membawa berkah maupun manfaat buat dirinya.
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: "Shalat itu adalah tiang agama. Barang siapa telah mendirikannya maka dia telah mendirikan agama. Dan barang siapa yang meninggalkannya maka dia telah meruntuhkan agama."
Betapa banyak orang yang mementingkan makanan halal untuk keluarganya, sementara kewajiban yang lain jarang dikerjakan bahkan ditinggalkan samasekali, shalat sudah diganti dengan nilai2 budaya yang menyebabkan manusia menjadi lupa akan kewajiban utamanya. Oleh sebab itu ibadah2 sunnah akan menjadi tidak bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain kalau ibadah wajib seperti shalat sudah tidak dijalankan.
Wallahu A’lam bisshawaab
Aswita
A.n/ Dep daw’ah IMSIS
21 Mei, 2010
Comments
Post a Comment