Jangan Marah Donk ..
Oleh : Abu Rara Bin Imam
Orang kuat bukanlah orang yang menang dalam gulat atau pun mampu mengangkat beban yang berat, namun orang kuat adalah orang yang mampu menahan Amarahnya ( marah ). Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, Beliau bersabda
"Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya." ( HR. Bukhari dan Muslim)
"Siapa yang dikatakan paling kuat diantara kalian ? Shahabat menjawab : yaitu diantara kami yang paling kuat gulatnya. Beliau bersabda : Bukan begitu, tetapi dia adalah yang paling kuat mengendalikan nafsunya ketika marah." (HR. Muslim )
Dan orang-orang yang mampu menahan Amarahnya, mempunyai banyak keutamaan, dan lebih baik dari pada orang yang suka marah, hal ini seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam
"Barangsiapa yang mampu menahan marahnya padahal dia mampu menyalurkannya, maka Allah menyeru pada hari kiamat dari atas khalayak makhluk sampai disuruh memilih bidadari mana yang mereka mau." (HR. Ahmad dengan sanad hasan)
"Tidaklah hamba meneguk tegukan yang lebih utama di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala, dari meneguk kemarahan karena mengharap wajah Allah Subhanahu wa Ta'ala." (Hadits shohih riwayat Ahmad)
Sifat marah merupakan pangkal (pintu) dari seluruh kejelekan, bahkan didalam sifat marah terkumpul seluruh kejelekan. Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam mewasiatkan ketika para sahabatnya meminta wasiat dari beliau yaitu
Dari Abu Hurairah Radliyallahu 'anhu, bahwa seseorang berkata kepada Nabi Shalallahu alaihi wasallam : berwasiatlah kepadaku. Beliau bersabda : jangan menjadi seorang pemarah. Kemudian diulang-ulang beberapa kali. Dan beliau bersabda : janganlah menjadi orang pemarah" (HR. Bukhari)
Al-Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan hadits dari seseorang dari shahabat Nabi Shalallahu alaihi wasallam dia berkata :
" Aku berkata : Ya Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam berwasiatlah kepadaku. Beliau bersabda : jangan menjadi pemarah. Maka berkata seseorang : maka aku pikirkan apa yang beliau sabdakan, ternyata pada sifat pemarah itu terkumpul seluruh kejelekan." (HR. Imam Ahmad)
Berkata Ibnu Ja'far bin Muhammad rahimahullah : "Marah itu pintu seluruh kejelekan."
Al-Imam Ahmad menafsirkan hadits ini dengan mengatakan : akhlak yang mulia itu dengan meninggalkan sifat pemarah.
Al-Imam Ibnu Rajab rahimahullah menerangkan maksud hadits ini dengan mengatakan : sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam : "Jangan menjadi pemarah." Ini mengandung dua kemungkinan maksud :
1. Hadits ini mengandung perintah melakukan sebab-sebab yang menjadikan akhlak yang mulia seperti bersikap lembut, pemalu, tidak suka mengganggu, pemaaf, tidak mudah marah.
2. Hadits ini mengandung larangan melakukan hal-hal yang menyebabkan kemarahan, mengandung perintah agar sekuat tenaga menahan marah ketika timbul / berhadapan dengan penyebabnya sehingga dengan demikian dia akan terhindar dari efek negatif sifat pemarah
Oleh karena itu sobat, Rasulullah mengajari kita cara-cara menghilangkan kemarahan yaitu :
1. Membaca ta'awudz ketika marah.
Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim rohimahullah meriwayatkan hadits dari Sulaiman bin Surod Radliyallahu 'anhu :
"Ada dua orang saling mencela di sisi Nabi Shalallahu alaihi wasallam dan kami sedang duduk di samping Nabi Shalallahu alaihi wasallam . Salah satu dari keduanya mencela lawannya dengan penuh kemarahan sampai memerah wajahnya. Maka Nabi Shalallahu alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya aku akan ajarkan suatu kalimat yang kalau diucapkan akan hilang apa yang ada padanya. Yaitu sekiranya dia mengucapkan : a'udzubillahiminas saythaanir rajiim
Maka mereka berkata kepada yang marah tadi : Tidakkah kalian dengar apa yang disabdakan nabi saw ? Dia menjawab : Aku ini bukan orang gila."
2. Dengan duduk
Apabila dengan ta'awudz kemarahan belum hilang maka disyariatkan dengan duduk, tidak boleh berdiri.
Al-Imam Ahmad dan Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan hadits dari Abu Dzar Radliyallahu 'anhu bahwa Nabi Shalallahu alaihi wasallam bersabda :
"Apabila salah seorang diantara kalian marah dalam keadaan berdiri duduklah, jika belum hilang maka berbaringlah."
Hal ini karena marah dalam berdiri lebih besar kemungkinannya melakukan kejelekan dan kerusakan daripada dalam keadaan duduk. Sedangkan berbaring lebih jauh lagi dari duduk dan berdiri.
3. Tidak bicara.
Diam tidak berbicara ketika marah merupakan obat yang mujarab untuk menghilangkan kemarahan, karena banyak berbicara dalam keadaan marah tidak bisa terkontrol sehingga terjatuh pada pembicaraan yang tercela dan membahayakan dirinya dan orang lain.
Dalam hadits disebutkan :
"Apabila diantara kalian marah maka diamlah." Beliau ucapkan tiga kali. (HR. Ahmad)
4. Berwudlu
Sesungguhnya marah itu dari syetan. Dan syetan itu diciptakan dari api maka api itu bisa diredam dengan air, demikian juga sifat marah bias diredam dengan berwudlu.
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda :
"Sesungguhnya marah itu dari syetan dan syetan itu dicipta dari api, dan api itu diredam dengan air maka apabila diantara kalian marah berwudlulah." (HR. Ahmad dan yang lainnya dengan sanad hasan)
Saya teringat ketika seseorang mengirimkan artikel ke email saya, mengenai kata-kata orang bijak yaitu ketika bapak nya menyuruh anaknya yang berbuat kesalahan dengan mengumbar aib orang ( gibah ) maka ayahnya menyuruh anaknya untuk memaku kayu dihalamannya sebanyak yang ia mampu dalam sehari, begitu pula mencabutnya kembali sebanyak yang ia mampu dalam sehari, ternyata mencabut lebih susah dari pada memaku, maka sang ayah memberitahu anaknya bahwa " lebih mudah mengumbar aib kepada orang lain daripada mencabutnya kembali dari orang yang diumbar aibnya, karena walaupun kamu mencabutnya tetap mempunyai bekas, maka lihatlah bekas pada kayu itu. "
bahkan pepatah bilang " luka jasmani dapat diobati, luka hati dibawa mati" . Walaupun kata-kata bijak itu menyangkut dampak gibah namun ada sangkut pautnya dengan dampak kemarahan terhadap seseorang, lihat saja Apabila ada seseorang sedang marah lalu memukul misalkan, dampaknya tidak sakit fisik namun dapat pula sakit hati. maka dari itu jangan marah donk !
Tetapi Sobat…Tidak semua marah tercela namun Marah ada juga yang terpuji, bahkan pada tingkatan Harus yaitu marah apa bila agama Allah yang Haq ini di hinakan dan direndahkan, syariat Nya di obok-obok, atau dilanggar maka kita harus marah karena Allah terhadap pelakunya. Ingat karena Allah, bukan karena pribadi, serta sesuai petunjuk yang Berdasarkan Al Quran dan As Sunnah As Shahihah.Maka apabila Agama yang Haq ini diobok-obok, Apakah kita akan diam-diam saja ?. Dalam hal kemungkaran saja kita harus mencegahnya dengan tangan kita, kalau tidak bisa dengan lisan dan kalau tidak bisa juga dengan hati yang membenci kemungkaran tersebut dan itulah selemah-lemahnya iman, Apalagi menyangkut Ad Diin Al Haq ?.
Nah sobat.....wajib bagi setiap muslim menempatkan nafsu amarahnya terhadap apa yang dibolehkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, tidak melampaui batas terhadap apa yang dilarang Nya sehingga nafsu dan syahwatnya menyeret kepada kemaksiatan, kemunafikan apalagi sampai kepada kekafiran
Wallahu 'alam bishshawab
Sumber : http://binimam.multiply.com/journal/item/20
Orang kuat bukanlah orang yang menang dalam gulat atau pun mampu mengangkat beban yang berat, namun orang kuat adalah orang yang mampu menahan Amarahnya ( marah ). Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, Beliau bersabda
"Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya." ( HR. Bukhari dan Muslim)
"Siapa yang dikatakan paling kuat diantara kalian ? Shahabat menjawab : yaitu diantara kami yang paling kuat gulatnya. Beliau bersabda : Bukan begitu, tetapi dia adalah yang paling kuat mengendalikan nafsunya ketika marah." (HR. Muslim )
Dan orang-orang yang mampu menahan Amarahnya, mempunyai banyak keutamaan, dan lebih baik dari pada orang yang suka marah, hal ini seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam
"Barangsiapa yang mampu menahan marahnya padahal dia mampu menyalurkannya, maka Allah menyeru pada hari kiamat dari atas khalayak makhluk sampai disuruh memilih bidadari mana yang mereka mau." (HR. Ahmad dengan sanad hasan)
"Tidaklah hamba meneguk tegukan yang lebih utama di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala, dari meneguk kemarahan karena mengharap wajah Allah Subhanahu wa Ta'ala." (Hadits shohih riwayat Ahmad)
Sifat marah merupakan pangkal (pintu) dari seluruh kejelekan, bahkan didalam sifat marah terkumpul seluruh kejelekan. Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam mewasiatkan ketika para sahabatnya meminta wasiat dari beliau yaitu
Dari Abu Hurairah Radliyallahu 'anhu, bahwa seseorang berkata kepada Nabi Shalallahu alaihi wasallam : berwasiatlah kepadaku. Beliau bersabda : jangan menjadi seorang pemarah. Kemudian diulang-ulang beberapa kali. Dan beliau bersabda : janganlah menjadi orang pemarah" (HR. Bukhari)
Al-Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan hadits dari seseorang dari shahabat Nabi Shalallahu alaihi wasallam dia berkata :
" Aku berkata : Ya Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam berwasiatlah kepadaku. Beliau bersabda : jangan menjadi pemarah. Maka berkata seseorang : maka aku pikirkan apa yang beliau sabdakan, ternyata pada sifat pemarah itu terkumpul seluruh kejelekan." (HR. Imam Ahmad)
Berkata Ibnu Ja'far bin Muhammad rahimahullah : "Marah itu pintu seluruh kejelekan."
Al-Imam Ahmad menafsirkan hadits ini dengan mengatakan : akhlak yang mulia itu dengan meninggalkan sifat pemarah.
Al-Imam Ibnu Rajab rahimahullah menerangkan maksud hadits ini dengan mengatakan : sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam : "Jangan menjadi pemarah." Ini mengandung dua kemungkinan maksud :
1. Hadits ini mengandung perintah melakukan sebab-sebab yang menjadikan akhlak yang mulia seperti bersikap lembut, pemalu, tidak suka mengganggu, pemaaf, tidak mudah marah.
2. Hadits ini mengandung larangan melakukan hal-hal yang menyebabkan kemarahan, mengandung perintah agar sekuat tenaga menahan marah ketika timbul / berhadapan dengan penyebabnya sehingga dengan demikian dia akan terhindar dari efek negatif sifat pemarah
Oleh karena itu sobat, Rasulullah mengajari kita cara-cara menghilangkan kemarahan yaitu :
1. Membaca ta'awudz ketika marah.
Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim rohimahullah meriwayatkan hadits dari Sulaiman bin Surod Radliyallahu 'anhu :
"Ada dua orang saling mencela di sisi Nabi Shalallahu alaihi wasallam dan kami sedang duduk di samping Nabi Shalallahu alaihi wasallam . Salah satu dari keduanya mencela lawannya dengan penuh kemarahan sampai memerah wajahnya. Maka Nabi Shalallahu alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya aku akan ajarkan suatu kalimat yang kalau diucapkan akan hilang apa yang ada padanya. Yaitu sekiranya dia mengucapkan : a'udzubillahiminas saythaanir rajiim
Maka mereka berkata kepada yang marah tadi : Tidakkah kalian dengar apa yang disabdakan nabi saw ? Dia menjawab : Aku ini bukan orang gila."
2. Dengan duduk
Apabila dengan ta'awudz kemarahan belum hilang maka disyariatkan dengan duduk, tidak boleh berdiri.
Al-Imam Ahmad dan Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan hadits dari Abu Dzar Radliyallahu 'anhu bahwa Nabi Shalallahu alaihi wasallam bersabda :
"Apabila salah seorang diantara kalian marah dalam keadaan berdiri duduklah, jika belum hilang maka berbaringlah."
Hal ini karena marah dalam berdiri lebih besar kemungkinannya melakukan kejelekan dan kerusakan daripada dalam keadaan duduk. Sedangkan berbaring lebih jauh lagi dari duduk dan berdiri.
3. Tidak bicara.
Diam tidak berbicara ketika marah merupakan obat yang mujarab untuk menghilangkan kemarahan, karena banyak berbicara dalam keadaan marah tidak bisa terkontrol sehingga terjatuh pada pembicaraan yang tercela dan membahayakan dirinya dan orang lain.
Dalam hadits disebutkan :
"Apabila diantara kalian marah maka diamlah." Beliau ucapkan tiga kali. (HR. Ahmad)
4. Berwudlu
Sesungguhnya marah itu dari syetan. Dan syetan itu diciptakan dari api maka api itu bisa diredam dengan air, demikian juga sifat marah bias diredam dengan berwudlu.
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda :
"Sesungguhnya marah itu dari syetan dan syetan itu dicipta dari api, dan api itu diredam dengan air maka apabila diantara kalian marah berwudlulah." (HR. Ahmad dan yang lainnya dengan sanad hasan)
Saya teringat ketika seseorang mengirimkan artikel ke email saya, mengenai kata-kata orang bijak yaitu ketika bapak nya menyuruh anaknya yang berbuat kesalahan dengan mengumbar aib orang ( gibah ) maka ayahnya menyuruh anaknya untuk memaku kayu dihalamannya sebanyak yang ia mampu dalam sehari, begitu pula mencabutnya kembali sebanyak yang ia mampu dalam sehari, ternyata mencabut lebih susah dari pada memaku, maka sang ayah memberitahu anaknya bahwa " lebih mudah mengumbar aib kepada orang lain daripada mencabutnya kembali dari orang yang diumbar aibnya, karena walaupun kamu mencabutnya tetap mempunyai bekas, maka lihatlah bekas pada kayu itu. "
bahkan pepatah bilang " luka jasmani dapat diobati, luka hati dibawa mati" . Walaupun kata-kata bijak itu menyangkut dampak gibah namun ada sangkut pautnya dengan dampak kemarahan terhadap seseorang, lihat saja Apabila ada seseorang sedang marah lalu memukul misalkan, dampaknya tidak sakit fisik namun dapat pula sakit hati. maka dari itu jangan marah donk !
Tetapi Sobat…Tidak semua marah tercela namun Marah ada juga yang terpuji, bahkan pada tingkatan Harus yaitu marah apa bila agama Allah yang Haq ini di hinakan dan direndahkan, syariat Nya di obok-obok, atau dilanggar maka kita harus marah karena Allah terhadap pelakunya. Ingat karena Allah, bukan karena pribadi, serta sesuai petunjuk yang Berdasarkan Al Quran dan As Sunnah As Shahihah.Maka apabila Agama yang Haq ini diobok-obok, Apakah kita akan diam-diam saja ?. Dalam hal kemungkaran saja kita harus mencegahnya dengan tangan kita, kalau tidak bisa dengan lisan dan kalau tidak bisa juga dengan hati yang membenci kemungkaran tersebut dan itulah selemah-lemahnya iman, Apalagi menyangkut Ad Diin Al Haq ?.
Nah sobat.....wajib bagi setiap muslim menempatkan nafsu amarahnya terhadap apa yang dibolehkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, tidak melampaui batas terhadap apa yang dilarang Nya sehingga nafsu dan syahwatnya menyeret kepada kemaksiatan, kemunafikan apalagi sampai kepada kekafiran
Wallahu 'alam bishshawab
Sumber : http://binimam.multiply.com/journal/item/20
Comments
Post a Comment